Blogger templates

Pages

30 August 2012

Tentang Hati | Bagian 1

Alhamdulillah, bisa nulis cerpen lagi. Sebuah berkah dibalik rusaknya hape dan terputusnya semua bentuk komunikasi dari dunia luar.. #lebaydikit
Yuk deh, langsung capcus. Kali ini ane bagi 2 part, soalnya rada panjang... hehe
Ini yang bagian pertama. Bersambung gituu... hohohoho

Selamat membaca... ^^


Vio masih berbaring di tempat tidurnya. Hatinya sedang berbunga-bunga karena hari ini dia akan bertemu dengan kekasih hatinya, Rama. Kurang lebih dua minggu yang lalu mereka jadian. Mereka jadian lewat sms karena memang mereka tinggal di kota yang berbeda dan berjarak agak jauh. Dan kebetulan, hari ini Rama sedang berada di kota tempat tinggal Vio untuk keperluan studinya sehingga mereka bisa bertemu. Mereka bertemu agak pagi karena Vio harus berangkat bekerja.
Perlahan Vio bangkit dari tempat tidurnya, menuju kamar mandi untuk mandi. Selesai mandi, Vio sibuk menata diri agar terlihat cantik saat bertemu Rama nanti. Setelah selesai, dia menatap cermin di depannya. Vio pun tersenyum.
Setelah sarapan dan pamit pada kedua orang tuanya, Vio pun berangkat. Sepanjang jalan, Vio melamunkan wajah Rama. Maklum lah, mereka dua minggu jadian dan baru kali ini akan bertemu. Sesampainya di depan taman, Vio berjalan masuk. Matanya langsung terpaku pada sosok yang sedang duduk sendiri bangku taman. Rama! Vio pun segera berlari menemuinya.
“Rama, udah lama nunggu?” sapa Vio sambil tersenyum.
“Belum. Aku baru aja nyampe, terus duduk di sini.” Jawab Rama kemudian berdiri.
“Jalan-jalan dulu yuk.” Ajak Rama.
Tanpa mengucapkan apapun, Vio mengangguk kemudian menggandeng tangan Rama. Mereka berjalan mengelilingi taman. Sepanjang jalan, mereka banyak ngobrol dan bercanda sehingga tak jarang tawa mengiringi obrolan mereka.
Tak terasa, jam sudah menunjukkan pukul 10.00. Waktunya mengakhiri pertemuan karena Vio harus berangkat kerja.
“Rama, udah jam 10” kata Vio sambil cemberut.
“Ih, Vio jelek tau kalo lagi cemberut gitu.” Kata Rama bercanda sambil mencubit pipi Vio.
“Ah. Kan masih pengen sama Rama.”
“Kita masih bisa ketemu lain waktu Vio sayang. Sekarang kamu berangkat gih, udah siang lho. Aku juga mau ke laboratorium dulu ambil sampel penelitianku.”
“Iya iya Rama sayang. Ya udah, aku berangkat dulu ya.” Sebuah kecupan lembut mendarat di pipi Rama. Vio pun bergegas pergi. Diikuti senyuman Rama yang juga perlahan berlalu dari tempat itu.

***

Hari-hari berganti, minggu-minggu berlalu, dan bulan-bulan berjalan begitu cepat. Rama dan Vio, meski jarang bertemu tapi mereka selalu mengusahakan agar komunikasi mereka tidak terputus. Begitu sering mereka saling berkirim sms, telpon, serta memanfaatkan facebook dan twitter untuk bertukar kata sayang dan rindu. Namun karena permintaan Vio, komunikasi lewat jejaring sosial itu mereka salurkan hanya lewat inbox dan direct messages. Rama pun penasaran, kenapa harus disembunyikan?
“Vio, kenapa cuma lewat inbox sama DM? Kok gak boleh comment atau mention?” Tanya Rama pada suatu kesempatan saat mereka bertemu.
“Aku gak pengen temen-temen kerja pada tau sayang. Mereka itu suka tanya-tanya gak penting. Trus suka bikin gosip nyebelin. Tolong kamu ngerti ya.” Jawab Vio.
“Iya sayang. Tapi bukan karena kamu malu pacaran sama aku kan?” tanya Rama lirih.
Vio tak menjawab. Dia hanya tersenyum, kemudian mengecup pipi Rama dengan lembut. Rama hanya terdiam. Namun raut wajahnya menggambarkan sedikit kekecewaan. Vio mengetahuinya.
“Rama, aku sayang sama kamu dan aku serius sama kamu. Aku percaya, kamu pasti ngertiin aku.” Kata Vio. Mendengar kata-kata Vio, Rama pun tersenyum, kemudian mencubit pipi Vio.
“Aduh. Rama, jangan dicubit dong. Sakit.”kata Vio protes.
“Trus diapain?” tanya Rama menggoda.
“Dicium.” Jawab Vio sambil tersenyum malu.
Rama pun menarik tubuh Vio sehingga tubuh mereka begitu dekat. Rama pun mencium Vio dengan mesra. Kemudian membisikkan sesuatu ke telinga Vio.
“Vio, segera setelah aku lulus, aku akan melamarmu.” Bisik Rama. Mendengar bisikan Rama itu, Vio tak mampu berucap apa-apa. Segera dia peluk erat Rama. Vio tersenyum bahagia, air mata pun meleleh dari matanya. Sebuah janji yang telah terucap. Sebuah kata yang begitu ditunggu-tunggu oleh Vio.
***

Tak terasa hampir satu tahun hubungan Rama dan Vio. Selama satu tahun itu pula berbagai hal telah mewarnai hubungan mereka. Bahagia, sedih, cemburu, kecewa, dan banyak hal telah mereka lewati. Dan waktu kelulusan Rama pun hampir tiba. 3 bulan lagi. Rama sibuk mengerjakan skripsinya yang sudah harus selesai. Beberapa kali Rama hampir menyerah di tengah jalan karena begitu sulit. Namun Vio selalu memberinya semangat dan motivasi agar Rama tak menyerah dan terus mengerjakan skripsinya agar segera rampung dan segera lulus.
Pada suatu malam, selepas Vio pulang kerja, dia merebahkan diri di tempat tidurnya. Dia baru ingat kalau sms dari Rama siang tadi belum dia balas karena masih sibuk bekerja. Segera dia cek handphone-nya. Ada 2 panggilan tak terjawab dan semuanya dari Rama. Vio pun merasa bersalah. Segera dia menelpon Rama. Tak lama, Rama pun mengangkat telpon itu.
“Halo Vio.”
“Rama, maaf ya. Smsnya belum kubalas. Tadi di kantor sibuk banget.” Kata Vio meminta maaf.
“Iya sayang, aku tahu kok. Udah gak papa.” Kata Rama menenangkan.
“Makasih ya sayang udah mau ngerti. Gimana skripsinya? Lancar?” Vio membuka obrolan.
“Bentar lagi selesai kok sayang. Tinggal di-edit beberapa aja trus dicetak. Besok diajuin ke pembimbing.” Jawab Rama.
“Syukur deh kalo gitu. Eh, Rama, aku mandi dulu ya. Nanti ku telpon lagi.” Kata Vio.
“Iya Vio sayang.” Vio kemudian menutup telponnya. Vio lega karena ternyata Rama tak marah dan mau mengerti. Vio pun bergegas mandi.
Selesai mandi dan ganti baju, Vio turun ke ruang makan untuk makan malam. Dia lupa membawa handphone-nya sehingga sms dari Rama lupa dia balas. Setelah makan, Vio baru sadar kalau handphone-nya masih di kamarnya. Lagi-lagi sms dan panggilan dari Rama yang dia lewatkan. Vio pun menelpon Rama kembali. Agak lama, baru kemudian diangkat oleh Rama.
“Halo.” Kata Rama.
“Rama, maaf lupa bales sms kamu lagi. Tadi lagi makan, handphone-ku ketinggalan di kamar.” Kata Vio meminta maaf.
“Iya.” Jawab Rama singkat. Mendengar jawaban singkat dari Rama, Vio justru balik marah. Dia merasa Rama tidak bisa mengerti. Vio pun menutup telponnya. Sms dari Rama tidak dia gubris. Vio bergegas kembali ke kamarnya dan tidur.

***

Keesokan harinya baru sms dari Rama dia buka. Isinya permintaan maaf. Dalam hati, Vio masih jengkel tapi dia tidak tega dan kemudian membalas sms itu.

Iya Rama, gak papa, aku tau. Tadi malem, aku yang salah. Tapi tolong kamu juga ngerti ya, semalem aku capek banget. Aku pulang kerja tu sore bahkan malem. Jadi aku harap kamu bisa ngerti..

Sejak kejadian itu, Vio menjadi semakin sibuk dan jarang merespon sms, telpon, dan semua pesan dari Rama di jejaring sosial. Beberapa kali Rama mengirim sms yang benama protes, namun justru Vio marah karena merasa Rama berubah. Ajakan Rama untuk bertemu pun selalu dia tolak. Hal itu terjadi berulang kali, hampir 3 minggu. Vio berpikir seharusnya Rama bisa mengerti dengan kondisinya dan tidak terlalu berlebihan meminta perhatian darinya.
Sampai kemudain pada suatu malam, Vio sama sekali tak membalas bahkan membuka semua sms Rama dan tak menjawab telpon dari Rama sejak sore hari. Dia sudah sangat jengkel dan ingin memberikan pelajaran pada Rama.
Keesokan harinya, Vio membuka satu persatu sms dari Rama. Total ada 12 sms dan kebanyakan isinya menanyakan kabar Vio. Dan sms terakhir pun membuat Vio terhenyak, hatinya tertusuk rasa sesal, dan hampir saja dia menangis.
Vio. Semoga kamu dlm keadaan baik. Maaf jika aku cuma ganggu kamu dengan sms2 yg gak penting. Awalnya aku mikir, apakah sikapku berlebihan sampai kamu acuhkan aku? Tapi kemudian aku sadar, karena sikapku selama ini, aku memang pantas diacuhkan. Aku yang salah. Mulai saat ini, aku janji gak akan sms kalo gak ada hal penting. Semoga pekerjaanmu & semua yg sedang kamu lakukan lancar & baik2 saja..
Vio pun tak mampu lagi membendung air matanya. Dia merasa bersalah karena terlalu sibuk memikirkan dirinya dan pekerjaannya hingga tanpa sadar telah mengacuhkan semua perhatian yang dicurahkan oleh Rama. Segera setelah itu Vio mencoba menelpon Rama, namun ternyata nomor telpon Rama sudah tidak aktif. Dia coba mengecek jejaring sosial. Akun facebook Rama sudah tidak aktif, akun twitter pun sudah dihapus. Tinggal blog Rama yang masih online. Di blog itu, Vio lagi-lagi membaca sebuah posting artikel yang isinya penyesalan atas semua sikap Rama yang mengganggu Vio selama ini. Hati Vio semakin sakit tertusuk oleh rasa penyesalan dalam dirinya. Dihempaskannya tubuhnya ke tempat tidur. Karena kelelahan, dia pun tertidur.
Keesokan harinya, Vio mengecek handphone-nya. Biasanya tiap pagi ada sms dari Rama yang selalu menanyakan kabarnya dan memberikan satu kata : semangat! Diiringi emoticon senyum. Ada banyak sms, namun tak ada satupun yang berasal dari Rama. Hati Vio tak tenang. Dia coba menelpon dan kali ini tersambung! Agak lama, tapi kemudian diangkat. Jantung Vio berdegup kencang.
“Halo.” Terdengar suara Rama.
“Ra..Rama.” suara Vio terbata-bata.
“Iya Vio sayang, ada apa?” tanya Rama lembut. Mendengar suara Rama yang begitu halus itu, hati Vio menjadi tenang karena ternyata Rama masih bersikap baik padanya.
“Gak papa Rama sayang, aku mau minta maaf soal sikapku kemarin. Aku sama sekali gak bermaksud mengacuhkan kamu. Maaf.” Kata Vio dengan nada menyesal.
“Iya sayang, gak papa. Aku sekarang udah bisa ngerti keadaan kamu kok. Tuntutan pekerjaan kamu, aktivitas kamu. Jadi aku gak akan bersikap seperti kemarin yang terlalu menuntut kamu. Maafin aku juga ya, udah bersikap seperti itu.” Jawab Rama lembut.
“Iya sayang. Ya udah, aku mau siap-siap berangkat kerja. Nanti lagi ya.” Kata Vio. Tanpa menunggu jawaban dari Rama, Vio langsung menutup telponnya. Suatu kebiasaan yang kini seolah menjadi bumerang untuk Vio. Dia merasa tak enak pada Rama atas sikap acuhnya selama ini.
Di kantor, Vio tetap bekerja seperti biasa. Dan kebetulan memang agak sibuk sehingga dia lupa kalau ingin mengirim sms ke Rama. Sore hari setelah pekerjaannya selesai, barulah Vio ingat pada Rama. Dia berpikir, ah pasti Rama sudah mengirim banyak sms seperti biasanya. Namun ternyata sama sekali tidak. 15 pesan yang ada di inbox Vio tak satupun ada nama Rama. Padahal biasanya Rama pasti mengirim banyak sekali sms yang akan Vio anggap sebagai ‘gangguan ketika bekerja’. Dan kini, Vio merindukan ‘gangguan ketika bekerja’ itu.
Kemudian Vio berinisiatif untuk mengirim pesan sms ke nomor Rama. Sampai beberapa hari, Rama tak kunjung membalas pesan itu. Ditelpon tak juga diangkat. Vio mulai khawatir. Dia pun berniat besok minggu akan mendatangi rumah Rama. Meskipun belum pernah, tapi Rama pernah memberikan alamat rumahnya pada Vio.

***
Hari minggu, Vio pun bergegas berangkat ke rumah Rama. Sesampainya di depan rumah Rama, Vio merasa heran karena rumah Rama begitu sepi. Dia pun bertanya pada penjaga warung di depan rumah Rama.
“Permisi bu, itu benar rumahnya mas Rama kan?” tanya Vio sambil menunjuk rumah Rama.
“Benar mbak. Tapi sudah dua minggu ini rumah itu sepi, cuma ada adiknya. Bapak atau ibunya mas Rama pulang dua kali cuma ngambil baju terus balik lagi ke rumah sakit.” Terang ibu penjaga warung.
“Rumah sakit? Yang sakit siapa bu?” tanya Vio penasaran.
“Mas Rama mbak yang sakit. Sudah 5 minggu ini di rumah sakit.” Jawab ibu penjaga warung.
“Sakit apa ya bu?” tanya Vio lagi. Hati Vio pun serasa sudah akan goyah.
“Kalo kata bapaknya mas Rama sih, penyakit di hati mas Rama kambuh lagi.”
Saat sedang berbicara dengan ibu penjaga warung, tiba-tiba ada seorang perempuan yang datang menghampiri Vio dan ibu penjaga warung.
“Bu Inah, om tadi pesan kalau sampai malam om gak pulang lagi, tolong si Zul diajak ke rumah Bu Inah ya. Saya mau balik ke rumah sakit lagi.” Kata perempuan itu yang ternyata adalah sepupu Rama.
“Iya mbak. Mbak Tria, ini ada yang nyariin mas Rama, katanya temennya.” Kata Bu Inah sambil menunjuk Vio.
“Siapa ya?” tanya mbak Tria.
“Saya Vio mbak. Saya boleh ikut ke rumah sakit?” kata Vio lirih.
“Oh, jadi kamu yang namanya Vio. Yuk, mbak juga pengen ngobrol sama kamu.” Jawab mbak Tria.
“Iya mbak.”
Selama perjalanan, mbak Tria banyak bercerita pada Vio bagaimana Rama begitu memuji Vio. Mendengar semua cerita itu, Vio hanya tersenyum. Dia tak menyangka kalau Rama begitu memuji dirinya.
“Oiya, si Rama juga pernah cerita ke mbak, katanya setelah lulus nanti dia mau ngajak om buat ngelamar kamu. Dia semangat banget ngerjakan skripsinya sampai lupa jaga kesehatannya. Akhirnya, dia malah jatuh sakit.”
“Mbak, memang Rama sakit apa sih mbak?” tanya Vio penasaran.
“Memang dia gak pernah cerita?” mbak Tria balik bertanya. Vio menggelengkan kepala.
“Dasar Rama. Kebiasaaan deh gak mau bikin orang lain khawatir akhirnya malah jadi gini.” Kata mbak Tria. Terlihat bulir air mata menetes dari sudut matanya.
“Kenapa mbak?” tanya Vio lagi. Hati Vio makin tak karuan melihat semua kondisi di sekitarnya saat ini.
“Dulu waktu kecil Rama pernah kena hepatitis, tapi setelah dirawat bisa sembuh. Dokternya pesan supaya Rama gak boleh terlalu kelelahan. Tapi karena terlalu semangat ngerjakan skripsinya, dia sampai lupa istirahat sampai kelelahan, dan kemudian pingsan. Setelah dibawa ke rumah sakit dan diperiksa, dokternya bilang kalau virus yang ada di hati Rama muncul lagi, dan malah lebih ganas..” kata-kata mbak Tria terhenti.
“Rama kena hepatitis lagi mbak?” tanya Vio.
“Kanker.” Kata mbak Tria singkat kemudian menangis. Vio pun tak kuasa lagi membendung air matanya. Dia menangis mengetahui semua kenyataan pahit ini dengan begitu tiba-tiba. Hatinya semakin pedih karena kembali tertusuk duri sesal. Yang saat ini dia inginkan hanyalah dapat bertemu dengan Rama lagi...

To be continued...
 
Bersambung ke bagian 2 yang akan hadir sesaat lagi....... Ditunggu ya.. ^^
Boleh lho, kasih komentar supaya bagian ke-2 nya nanti bisa lebih bagus. Boleh juga kasih saran, enaknya dibikin happy ending atawa sad ending.... oret??

29 August 2012

Draft Cerita | Keterangan : Belum Selesai

Seperti biasa, hari senin adalah hari yang sangat sibuk. Dan kebetulan Ayah hari ini berangkat ke luar kota untuk mengurus bisnis di sana. Bunda juga harus pergi untuk menjenguk adikku, Sheila yang sekolah di luar kota. Kemudian menemani Ayah untuk mengurus bisnis. Otomatis, tinggal aku dan kakak perempuanku yang bernama Alea yang tinggal di rumah. Bagiku, ini adalah mimpi buruk. Karena kak Alea adalah sosok kakak yang sangat galak, menyeramkan! Dan aku harus berdua dengan dia di rumah untuk beberapa minggu ke depan. Aarghh!


“Alea, Eno, ayah sama bunda berangkat dulu ya. Kalian berdua yang akur. Jangan berantem.” Kata Ayah


“Iya, denger kata Ayah. Alea, jaga adikmu si Eno ya.” Kata Bunda.


“Siap bos! Ayah sama bunda hati-hati ya.” Jawab kak Alea. Aku hanya diam saja.


Mobil ayah pun meluncur melewati pintu gerbang, dan kemudian hilang bersama ramainya arus lalu lintas. Aku pun bergegas masuk ke rumah untuk mandi dan berangkat kuliah. Kak Alea masih duduk di beranda. Hari ini dia libur kuliah.


***


Sudah 2 minggu. Suasana rumah begitu sepi. Biasanya tiap malam ketika ada Ayah dan Bunda, pasti kami ramai ketika berkumpul bersama. Entah sekedar ngobrol atau nonton film bersama. Aku yang jadi korban. Malam minggu, aku dii rumah sendirian, nonton film. Kak Alea pergi bersama pacarnya. Huh! Dasar, kak Alea kalau udah jalan sama kak Ben pasti lupa sama adiknya.


“Kring kring,” bunyi dering telepon. Aku pun bergegas mengangkatnya. Siapa tahu dari Ayah atau Bunda, pikirku.


“Halo.”


“Halo, Eno. Ini Ayah.” Ah, ternyata benar dari Ayah.


“Ada apa Yah?” tanyaku.


“Begini, kayaknya Ayah sama Bunda bakal agak lama di sini. Bisnis di sini sedang sibuk dan butuh penanganan ekstra. Jadi mungkin 3 minggu lagi Ayah sama Bunda baru bisa pulang.” What? 3 minggu? Ya Tuhan.


“Aduh, kok lama banget sih Yah. Eno sendirian terus ni di rumah. Kak Alea sering pergi sama temen-temennya. Terus besok senin kak Alea mau berangkat magang ke luar kota. Masa Eno harus sendirian selama 3 minggu?” kataku dengan sedikit memelas.


“Eno, belajar mandiri dong. Kamu kan cowok, calon penerus bisnis Ayah. Sudah dulu ya, Ayah sudah ditunggu sama rekan bisnis Ayah. Ati-ati di rumah ya.”


“Iya Yah. Ayah sama Bunda juga ya.” Jawabku lalu telepon kututup.


Aduh, celaka 13. Harus di rumah sendirian selama 3 minggu. Apa yang bisa aku lakukan?


***


Hari Senin


“Eno, kakak hari ini berangkat magang. Kamu jaga rumah ya.” Kata kak Alea.


“Magangnya berapa minggu kak?” tanyaku.


“Paling cepet 2 bulan selesai.” Jawabnya sambil sibuk mengemas barang. Aku pun diam sambil merenung. Ya, benar-benar sendiri nih.


“Oke. Kakak berangkat dulu ya.”


“Iya. Ati-ati ya kak. Jangan lupa oleh-oleh.” Kataku bercanda.


PLAKK! “Aduh, kok malah dijitak sih!”


“Itu hukuman buat adik yang nyusahin kakaknya. Udah ah, kakak berangkat. Kamu sana buruan mandi trus berangkat kuliah.” Kata kak Alea sambil berlalu.


Aku pun berjalan menuju ke kamar mandi sambil mengusap-usap kepalaku. Aku melangkah santai. Tiba-tiba langkahku terhenti. Perhatianku teralihkan pada sebuah pintu di sebelah kananku. Sebuah pintu yang sangat aneh. Aku merasa belum pernah melihat pintu ini sebelumnya. Padahal kami sekeluarga sudah hampir 2 bulan tinggal di rumah ini. Tapi pintu ini, seolah tak pernah tersentuh. Kuamati dengan seksama. Tak ada yang aneh. Ku sentuh daun pintu. Ya ampun, sangat berdebu! Saat kutoleh jam di dinding, ternyata hampir jam 9. Kuurungkan niatku untuk membuka pintu itu lalu mandi.


Kuliah telah usai. Aku sengaja tidak ikut nongkrong bersama teman-temanku karena ingin mengecek pintu yang tadi pagi menarik perhatianku. Sesampainya di rumah, setelah makan siang dan ganti baju, aku segera ke pintu “misterius” itu.


Aku sudah berdiri di hadapan pintu. Perlahan, kugenggam gerendel pintu. Kuputar. Dan KLIK! Pintu itu pun terbuka. Dan apa yang ada di dalamnya? Sial! Hanya kumpulan barang-barang jadul dan kuno. Setengah kecewa, aku mencoba masuk dan melihat apa saja isinya. Ya, dan ternyata memang hanya barang-barang yang sudah berumur dan sangat berdebu. Tapi tiba-tiba pandanganku tercuri ke arah sebuah kompas. Aneh, kompas ini masih bersih. Pikirku. Segera saja kuambil kompas itu, lalu aku pun keluar dan menutup pintu yang tak lagi “misterius” itu.


Aku duduk di ruang keluarga. Sambil memutar musik, kuamati dengan teliti kompas itu. Kompas biasa yang sering digunakan oleh para pramuka atau penjelajah untuk bertualang. Kuamati jarum penunjuk arah utaranya. Jarum itu awalnya nampak diam, tapi perlahan mulai bergerak dan berputar. Semakin cepat. Aku pun bingung. Ada apa ini? Namun perlahan jarum itu berhenti. Tapi arah yang ditunjuknya berbeda dengan arah awal.


Tanpa pikir panjang, aku melangkah mengikuti arah yang ditunjukkan kompas ini. Ternyata, jarum merah ini menunjuk ke sebuah cermin di ruang tengah.


“Cermin? Lho, perasaan nggak ada cermin di sini. Sejak kapan?” aku berbicara sendiri.


Perlahan, kusentuh cermin itu. Begitu bersih! Sama sekali tak berdebu. Kututup kompasnya, lalu kutaruh ke dalam saku celanaku. Aku pun sibuk mengamati cermin ini. Tanganku tak henti meraba tiap bagian cermin ini. Dan saat kedua tanganku menempel pada bagian tengah cermin, sesuatu terjadi. Aku merasa ada kekuatan yang berusaha menahan tanganku untuk tak melepas cermin itu. Makin lama, tanganku seperti semakin masuk ke dalam cermin. Tarikan itu makin kuat. Dan tiba-tiba sekelilingku gelap. Aku tak sadarkan diri.


***


“Nak, bangun.” Sayup sayup ku dengar suara seseorang di dekatku. Namun suaranya tak kukenali. Perlahan ku buka mataku.


“Ternyata kau sudah siuman.” Saat menoleh, kulihat sosok kaket tua yang tersenyum menatapku. Ku perhatikan wajahnya, seolah pernah kulihat sebelumnya. Tapi aku tak bisa mengingatnya.


“Ini di mana kek?” tanyaku sambil memerhatikan sekeliling ruangan. Sebuah ruangan sederhana yang ditata rapi. Begitu bersih.


“Ini rumah kakek nak. Tadi kakek menemukan kamu pingsan di tepi air terjun. Langsung kakek bawa kamu ke rumah.” Terang sang kakek.


“Tebing?” aku kaget. Tebing? Padahal seingatku, terakhir aku sedang berada di rumah sendirian dan sedang mengamati sebuah cermin. Ya! Pasti cermin itu yang menyebabkan semua ini. Tapi, bagaimana mungkin? Aneh.


“Iya nak. Ngomong-ngomong, kamu dari desa mana? Sepertinya baru kali ini kakek bertemu kamu. Apa kamu dari desa seberang gunung?” Tanya kakek.


“Eh.. Eng.. Anu kek.. Saya..” aku tergagap, tak mampu menjawab pertanyaan kakek. Karena aku masih bingung dengan apa yang sedang menimpaku.


“Ya sudah. Istirahatlah dulu. Kalau sudah sehat, baru cerita sama kakek. Sekarang kakek mau ke pasar dulu.” Kata kakek kemudian pergi meninggalkanku.

15 August 2012

No More 'Friendzoned', It's a 'Lovezoned' !! | Our Story is Being Started


http://www.timesavers.com/images/home_photo.gif
Sebuah cerita di waktu yang lalu. Tak semua bagian cerita ini adalah kebenaran. Namun, kupastikan bahwa cerita ini adalah salah satu kepingan puzzle perjalanan hidupku. Sebuah cerita yang menjadi awal kisah kita....

http://flipme.com/flipme-blog/wp-content/uploads/2011/12/friend-zone.jpg

No More 'Friendzoned', It's a 'Lovezoned' !!

Menyedihkan. Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan keadaanku saat ini. Mia, pujaan hatiku dengan begitu dingin telah meninggalkanku. Tiga jam sebelumnya, aku, dengan mata kepalaku memergoki Mia sedang bermesraan dengan Joe, orang yang Mia sebut sebagai sahabatnya. Dan setelah melalui pembicaraan panjang, ternyata Mia lebih memilih Joe. Padahal sudah 1 tahun aku dan Mia berpacaran. Dan aku berencana melamar Mia setelah lulus kuliah nanti. Tapi, apa daya, rencana manusia tak selalu sejalan dengan rencana Tuhan.
Malam ini aku menghabiskan waktu hanya untuk merenung di kamar. Laptopku masih terbuka, komplit dengan program-program yang belum di-close. Di samping laptop, terdapat beberapa buku dan diktat yang seharusnya dikerjakan untuk tugas akhir semester. Tapi entah kenapa, aku kehilangan semangat yang selama ini selalu berapi-api. Kurebahkan tubuhku, dalam hati aku masih belum bisa menerima kenyataan bahwa Mia sudah bukan milikku lagi. Dadaku penuh sesak. Pedih.
Tiba-tiba ponselku bordering. Ada sebuah SMS masuk. Dari Mia! Dalam hati, aku berteriak ada sedikit harapan. Dengan jantung berdegup kencang, aku membuka SMS tersebut.
Text Box: “Hi Ryan, maaf atas kejadian siang tadi. Aku sama sekali tak bermaksud menyakitimu. Tapi, aku tak mungkin berbohong selamanya. Aku harus pergi darimu. Aku tak ingin menyakitimu. Maafkan aku.”
Jlebb! Harapan itu mendadak sirna. Dadaku semakin bertambah sesak merasakan semua ini. SMS itu tak ku gubris. Putus asa, aku memilih untuk tidur.
***
Hampir 3 minggu, aku kehilangan semangat untuk mengerjakan tugas-tugas kuliahku. Aku terlalu sering merenung. Sesekali setelah sholat, aku berdoa. mengharap kepada Yang Kuasa berkenan memberikan secuil kekuatan-Nya agar aku dapat segera bangkit dari keterpurukan yang seharusnya tak perlu ini. Dan perlahan, aku mulai bisa mengubah kebiasaan-kebiasaan bodohku. Mengusir kegalauanku.
Hari Kamis, ada kelas pagi. Setelah selesai bersiap-siap, aku segera bergegas berangkat ke kampus. Sesampainya di kampus, aku segera masuk ruang kuliah dan duduk. Kukeluarkan sebuah buku dan mulai menyelesaikan tugas yang semalam terbengkalai.
Kelas terakhir untuk hari ini sudah selesai, diikuti tugas dari dosen untuk mencari artikel di internet. Terpaksa, aku harus tetap di kampus untuk mendapatkan akses internet. Pulsa modemku kosong. Hingga sore hari, akhirnya aku berhasil mendapatkan beberapa bahan yang bisa dipakai untuk mengerjakan tugas tersebut. Sebelum offline, iseng-iseng aku menyempatkan diri membuka e-mail. Penuh dengan pesan notifikasi facebook. Dan, mataku menangkap sesuatu yang tak biasa, ada sebuah e-mail masuk di inbox-nya. 35 menit yang lalu. Ternyata dari Lina, sahabat masa SMA-ku dulu. Sebenarnya, semenjak Lina pindah ke luar kota kami masih sering berkirim e-mail. Namun semenjak aku berpacaran dengan Mia, aktivitas itu terhenti. Baru kali ini Lina mengirim e-mail lagi.
Text Box: Hi Ryan, masih inget aku kan? Hehe. Apa kabar? Aku pengen crita banyak sama kamu, temu kangen gitu lah. Kapan ya kita bisa ketemu?
Lina
Tapi karena sudah terlalu sore dan matahari sebentar lagi terbenam, aku tak sempat membalas e-mail Lina. Aku bergegas pulang. Sesampainya di kamar, aku segera meraih ponsel. Aku mencari nomor Lina di daftar kontak ponselku. Dan ternyata ada. Segera kukirim sebuah SMS ke Lina, tapi menggunakan nomor baru yang baru ku beli beberapa hari yang lalu.
Text Box: Hi Lin. Maaf aku belum sempat balas e-mail kamu. Oiya, kok tumben sih ngirim e-mail lagi? Kangen ya.. hehe
Ryan
Sent!
Tak sampai 2 menit, Lina langsung membalas.
Text Box: Hehe. Iya nih, aku pengen crita-crita banyak. Pengen curhat kayak dulu.
Aku hanya tersenyum membaca SMS tersebut. Memang ketika masih duduk di bangku SMA, pertemananku dan Lina terbilang dekat. Sudah seperti orang pacaran. Tapi kami berdua sepakat hanya ingin berteman saja. Sampai akhirnya Lina harus pindah dan kami pun hanya berkomunikasi via e-mail.
Text Box: Pengen crita apaan Lin? Kok kayaknya sesuatu banget? hihiSent!
Text Box: Aku lagi patah hati nih Ry, biasanya dulu kan kamu sering kasih aku solusi kalo aku lagi ada masalah. Gimana nih obatnya? huhu
Ry? Cara manggil Lina masih sama seperti dulu. Meski terdengar agak aneh, tapi jujur menyukainya.
Text Box: Haduh Lin, aku juga lagi patah hati nih. Masa orang patah hati minta solusi ke orang yg patah hati juga? Kan gak lucu jadinya.. T.TSent!
Text Box: Hmmm.. ngikut2 aja sih.. yaudah, kalo gtu kita ketemuan aja yuk, ngobrol2. Kayak dlu. Kangen nih Ry.. mumpung aku lagi libur
Berpikir sejenak, lalu kemudian kuputuskan untuk bertemu Lina besok minggu.
Text Box: Minggu aja gimana? Di taman, di kursi bawah pohon. Jam 10. OK? Sent!
Text Box: Hehe.. inget aja sama base camp kita. Ok Ry, sampe ketemu ya.. J
Text Box: Sipp.. JSent!
Kuhempaskan tubuhku ke kasur. Perlahan, ingatanku melayang ke masa SMA saat masih sering pergi berdua bersama Lina. Ya, memang seperti orang pacaran. Tapi, karena sepakat hanya friendzoned, kami pun sebatas berteman, tidak lebih. Tanpa sadar pun, kantuk mulai menyerangku. Aku terlelap.
***
HARI MINGGU
Hari ini pun tiba. Aku sudah siap untuk menemui Lina di tempat yang sudah kami sepakati. Karena tempatnya dekat, aku memutuskan untuk berjalan kaki. Sesampainya di taman, aku sedikit kaget melihat sudah ada sesosok cewek yang duduk di tempat duduk itu. Awalnya aku ragu untuk mendekat, tapi perlahan kuberanikan untuk melangkah. Ketika tinggal berjarak beberapa langkah, tiba-tiba cewek itu menoleh. Dengan senyum yang begitu sangat-sangat ku kenal, cewek itu menyapa.
“Hai.”
“Li.. Lina?” Aku masih belum percaya.
“Idih, nggak usah kaget gitu Ry. Buruan duduk sini.” Kata cewek yang mengaku Lina itu.
“Tapi.. Kok.. Lin.. Kamu..” Bicaraku masih tergagap.
“Dasar jelek, buruan duduk.” Kata Lina sambil menarik tubuhku kemudian mendudukkanku di kursi.
“Aku kira kamu orang lain Lin. Semenjak kamu pindah dulu, pas kita masih SMA, kamu beda banget.” Kataku.
“Maksudnya?” Tanya Lina.
“Kamu tambah cantik.”
Lina terdiam. Dia tersenyum kecil. Aku tak berani memandang Lina, aku tertunduk malu. Hanya sesekali aku melirik ke arah Lina. Memang benar. Dia benar-benar berubah, dari Lina yang sangat tidak peduli dengan penampilan. Sekarang menjadi sosok cewek yang sangat cantik.
“Lin.”
“Eh, iya Ry. Ada apa?”
“Katanya pengen crita, kok malah diem aja?” Tanyaku untuk membuka obrolan.
“Oiya, aku sampe lupa. Maaf hehe.” Lina kemudian bercerita panjang tentang perjalanan cintanya. Sesekali dia terdiam. Bisa kulihat ada bulir air mata yang tertahan di ujung matanya. Tapi seoah enggan untuk jatuh. Karena aku menghargai Lina, aku tak sampai hati menyela ceritanya. Kubiarkan ceritanya selesai terlebih dahulu.
“Gitu Ry. Aku masih nggak bisa nerima sikap dia.” Kata Lina mengakhiri ceritanya. Aku hanya tersenyum.
“Kok malah senyum sih? Hiihh.” Kata Lina sambil mencubit pipiku. Wah, ternyata cubitannya masih sama, sakit minta ampun!
“Ampun Liinaaa.”
“Makanya jangan senyum gitu. Kasih tanggapan dong.”
“Like.” Aku pun memberikan jempol. Lina menoleh ke arahku, tangannya mencubit pipiku lagi.
“Awwww! Kok kena cubit lagi?” kataku memprotes.
“Emang status facebook di-like.”
“Hehe. Maaf, gini nih ya.” Aku pun menyampaikan tanggapanku. Tidak banyak, tapi membuat Lina terdiam. Aku pun ikut diam. Raut wajah Lina berubah murung.
“Kamu sendiri, gimana Ry?” Tanya Lina tiba-tiba.
“Eh, maksudnya?”
“Kenapa kamu sampai bisa patah hati, Ryaann?” Tanya Lina. Aku pun segera menceritakannya. Cukup detail, sampai beberapa kali Lina mengernyitkan dahinya pertanda ada yang membuatnya bertanya-tanya.
“Gitu Lin. Sakit banget deh, nyesek luar dalem.” Kataku.
Lina hanya tersenyum. Tapi entah kenapa, senyuman itu sanggup menenangkan hatiku. Kurasakan, tangan Lina menggenggam tanganku. Erat, begitu hangat.
“Sabarnya Ry. Ini ujian Tuhan buat kita. Kita pasti bisa terlepas dari rasa sakit ini.” Kata Lina.
“Siap kapten! Oiya, kamu ke sini sama siapa?”
“Kamu liat orang lain nggak?” aku clingukan, tapi tak menemukan orang lain.
“Sendirian?” tanyaku. Lina hanya mengangguk sambil tersenyum. Aduh, senyumannya membuatku nyaris melompat terbang.
“Nanti abis ini, mau ke mana? Masa pulang ke rumah?”
“Enggak Ry, aku nanti pulang ke rumah nenek. Besok pagi baru pulang.”
Aku terdiam. Di dalam hatiku, ada gejolak perasaan aneh yang sulit untuk kupahami. Senyum dan tatapan mata Lina. Hangat genggaman tangannya. Perlahan, aku menatap wajah cantik Lina. Meski semburat raut kepedihan masih terlihat, keteduhan dan keindahan wajah itu sama sekali tak sirna. Bahkan begitu cantik.
“Lin.” “Ry.” Tiba-tiba kami berbarengan menyapa satu sama lain. Tawa pun meledak. Tak berapa lama, kami kembali diam.
“Ada apa Ry?” Tanya Lina.
“Kamu dulu deh Lin, lady’s first. Hehe.” Jawabku mengelak.
“Huuu. Di mana-mana tu cowok di depan. Mau aku cubit lagi nih?” ancam Lina. Waduh, karena ancaman dicubit, aku pun mengalah.
“Lin, apa kita sekarang masih friendzoned? Hanya bisa berteman?” Tanyaku langsung. Lina tak langsung menjawab. Kulihat dia menarik nafas panjang. Aku hanya berharap, jika pertanyaanku tak menyinggung perasaannya.
“Ry.”
“Iya Lin.”
“Pertanyaan kamu, persis dengan apa yang ada di benakku. Batas ini, apakah kita masih harus membatasi ‘kita’ dengan hubungan pertemanan ini?” mata Lina menatap langit, terlihat sebentuk senyum.
“Maksudnya Lin?”
“Aku pengin kita tak sebatas teman atau sahabat Ry. Tapi lebih. Lama aku ingin ungkapkan, tapi aku tak sanggup. Aku sayang kamu Ryan. Bukan sebagai sahabat, tapi rasa sayang seorang perempuan kepada laki-laki. Rasa cinta.” Genggaman tangan Lina semakin erat. Perasaanku semakin tak jelas alurnya. Berputar-putar, terbawa ombak perasaan.
Perlahan, aku berdiri. Tanganku kubiarkan masih berada di genggaman Lina. Kutuntun Lina untuk berdiri. Kami berdiri berhadapan. Kepala kami masih tertunduk. Kedua tangan kami saling menggenggam.
“Lina..” panggilku sambil menatap matanya.
“Ada apa Ryan?” jawab Lina lirih. Lirih penuh pengharapan.
Aku tak kuasa menahan perasaanku. Tak mampu menahannya. Kupeluk erat tubuh Lina. Tangan Lina juga memelukku erat. Saat itu juga, kubisikkan ke telingan Lina.
“Aku juga merasakannya. Perasaan yang melebihi batas yang pernah kita buat. Rasa cinta. Aku mencintaimu Lina..” bisikan lirih, yang datang dari dasar hati dan jiwa.
Hati kami bertaut. Batasan itu perlahan buyar. Perasaan kami lebih kuat. Sekuat ikatan yang dulu sempat terlepas dan kehilangan utasnya. Dan akhirnya kini bertemu kembali. Terikat kembali. Begitu kuat, lebih kuat dari sebelumnya. Ikatan segenap perasaan yang kami yakini, akan mampu membawa kami pada bahagia. Dan mampu bertahan hingga akhir waktu...
---


A story about a 'start'. A story about true bound. A story about Us!

 27 A 03 E 12



01 August 2012

RENUNGAN UNTUK KITA (Cowok Masuk, Wanita Wajib Tau) !!!

http://aeonex.files.wordpress.com/2009/10/sadness_by_joim.jpg
RENUNGAN (Wanita Wajib Tau) !!!
#jomblo gak usah baca ntar nangis.. :D

"Hati Nurani Lelaki Paling Dalam Yang Tidak Diketahui Para Wanita"

Cowok itu egois, pengen menang sendiri, gampang emosi, de-el-el. Itu mungkin yang ada dalam sebagian benak wanita.

Wahai kaum hawa, sebenernya kalian gak tau apa sebenernya yang ada dalam benak kami para lelaki.

Kami tahu, kalian para wanita sungguh sebenarnya menghargai usaha yang kami lakukan dan yang kalian harus tau, kami selalu bersungguh-sungguh untuk orang yang kami sayangi!
Hanya saja kami butuh kalian tersenyum ketika kami merasa lelah, hampir putus asa, dan sungguh kami akan kembali mengerjakan itu untuk kalian.
Semua! hanya karena kalian…

Dan ya! kami pun tahu, bahwa ketika kalian hanya diam dan meperlihatkan bahwa kalian bosan, kalian ingin kami tetap sabar..
Tapi kami tidak mau terlihat tidak bisa mengerti kalian dengan mengajukan pertanyaan “jadi maunya gimana?” Kami akan diam sesaat, dan berpikir apa yang bisa membuat senyum kalian kembali lagi? karena senyum kalian yang menghidupkan hidup kami.
Sungguh! Semua hanya karena kalian..
10 menit sebelum buka
Kami sebenarnya pun tahu. bahwa kalian senang jika kami menulis kata-kata romantis seperti di film2 korea yang kalian tonton. Kalian berangan-angan bahwa hal yang terjadi di film itu terjadi dalam kehidupan kalian? (*ya kan?)..
Tapi justru karena kalian sering mengangan-angankan hal itu, kami tidak melakukan itu untuk kalian, kami berpikir keras, memutar otak menyiapkan kejutan yang bahkan tidak terpikir di angan2 kalian, untuk melihat kalian tersenyum.
Sungguh! Semua hanya karena kalian..

Kami pun tau, kalian menerima kami di samping kalian bukan semata2 kami tampan. Ketika kalian mengidolakan seseorang yang tampan maka kami akan memasang tampang tidak peduli, dan mencoba mengalihkan pembicaraan, bukan kami tidak peduli, sebenarnya kami cukup muak dengan cara kalian menyanjung lelaki yang bahkan mengenal kalian saja tidak!
Tapi kami harus menjadi pemimpin yang baik untuk kalian dan menjadikan kami bersikap lebih bijaksana di depan kalian.
Sungguh! Semua itu hanya karena kalian..

Kami cukup mengerti bahwa kalian menghargai setiap usaha yang kami lakukan untuk membantu kalian mengerjakan tugas kalian, ketika kalian mengatakan dalam kesulitan, sungguh kami akan berusaha sebisa kami untuk membantu kalian..
Dan ketika kami datang kerumah kalian dengan makanan, tanpa tugas yang kalian butuhkan, artinya kami tidak mendapatkan apa yang kalian cari dan yang ada dipikiran kami saat itu hanyalah bahwa usaha terakhir yang dapat kami lakukan hanya menemani kalian! hingga tugas itu selesai, meyakinkan bahwa kalian tidak lupa untuk mengisi perut kalian, kami sungguh khawatir pada kesehatan kalian..
Sungguh! Semua itu hanya karena kalian..

Kami tau, kalian kesal ketika kami mengacuhkan kalian hanya untuk bermain game bersama teman2 kami, tapi ketika itu, ketika ada sedikit waktu, kami mencari handphone kami dan menanyakan kabar kalian, karena kami ingin mengetahui kabar kalian dan tahukah kalian?
Sebelum kami bermain game itu, kami membicarakan pasangan kami masing-masing, membanggakan bahwa kami memiliki pasangan terbaik di dunia! atau membicarakan masalah-masalah yang timbul pada hubungan kami, dan masing-masing akan memberikan sarannya untuk menyelesaikan masalah kita, itu kami lakukan hanya karena kami ingin mendengarkan pendapat orang yang dekat dengan kami mengenai keputusan yang akan kami buat..
Kadang memang kami mematikan handphone kami, namun ketika kami mengetahui kalian menelpon atau membaca sms dari kalian, maka kami akan meletakkan game itu dan berlari ke pojok kamar menelepon kalian, tidak peduli teman2 kami bersorak sorak menggoda kami.
Sungguh! Semua itu hanya karena kalian..
5 menit sebelum buka
Kami pun sadar, kami bukan bayi yang harus kalian ingatkan untuk sembahyang, atau makan. Kadang kami akan bersikap tak peduli..
Namun ketika kami membaca sms kalian atau mendengarkan suara kalian ketika mengingatkan kami untuk makan, maka pada saat itu kami pasti tersenyum dan berterima kasih (walaupun tidak kami ucapkan), dan ketika kami membalas dengan kata-kata “iya, kamu juga ya..”, Maka kami benar2 tulus mengatakannya…
Sungguh! Semua itu hanya karena kalian…

Ketika kami acuh pada kalian, maka pada saat yang sama kami sedang menyiapkan kejutan untuk kalian dan ketika kami memberikan barang milik kami pada kalian waktu mengantarkan kalian hingga pintu dan pamit pada orang tua kalian, maka kalian harus tau bahwa barang itu adalah barang yang berharga untuk kami. (walaupun barang itu terlihat biasa untuk kalian) tolong tersenyumlah untuk kami, karena senyum itu yang menghidupkan hidup kami!
Sungguh! Semua itu hanya karena kalian..

Dan ketika kalian bersedih, lalu kami melakukan hal-hal konyol, melontarkan lelucon-lelucon yang mungkin tidak lucu, maka kami sungguh tidak bermaksud memperkeruh suasana, kami ingin melihat kalian kembali tersenyum.
Hanya itu! dan ketika kalian melihat kami dengan pandangan tidak suka, maka ketika itu kami sungguh merasa bersalah, jalan terakhir yang akan kami lakukan adalah meminta maaf.. berharap itu dapat sedikit mengurangi beban kalian.
Sungguh! Semua itu hanya karena kalian..
1 menit sebelum buka
Sejujurnya kami tidak menyukai pujaan hati kami menangis.
Sungguh itu membuat kami bingung setengah mati!
Maka tolong jangan salahkan kami, ketika kami meminta kalian berhenti menangis. namun kami pasti akan mendengarkan apa yang kalian ucapkan dalam tangis kalian, dan percayalah, kami akan tetap disamping kalian walaupun kalian menangis hingga tertidur di depan kami.
Maka, kami akan membawa kalian masuk kerumah dan pamit pulang pada ayah ibu kalian.Dan tunggulah, maka kami akan menelepon kalian keesokan harinya untuk menanyakan kabar kalian atau datang ke rumah membawakan coklat untuk melihat senyum kalian lagi.
Sungguh! Itu hanya karena kalian..

Bagi kami, kalian tetap yang tercantik! ketika kalian bertanya mengenai berat badan kalian yang naik? atau baju kalian yang mulai tidak cukup?
Maka dalam hati kami tertawa. namun yang keluar dari mulut kami hanya senyuman. kami akan berkata tidak, bukan untuk membohongi kalian, tapi karena di mata kami kalian tetap paling indah!! karena kami sebenarnya tidak mencari malaikat yang tanpa cela, atau bidadari yang paling cantik sedunia, kami mempunyai peri kecil yang selalu ada di samping kami.
Ya! itu adalah kalian.. mengertilah, sungguh, itu hanya karena kalian..

Ketika kalian berkata baik-baik saja, maka kami akan tersenyum dan berkata, “Ok, kalo ada apa2 bilang ya”.
Karena kami tidak ingin memaksa kalian mengatakan sesuatu yang tidak ingin kalian katakan pada kami, dan tanpa kalian minta kami akan bertanya pada sahabat kalian apakah kalian benar2 baik2 saja? jika sahabat kalian tidak mau menceritakannya maka kami tidak akan mencari tau lagi. Karena kami berharap kalian cukup mempercayai kami untuk menceritakan semuanya. Bukan karena kami memaksa kalian.
Sungguh! Itu semua hanya karena kalian….
kultum 7 menit
Dan ketika kalian membutuhkan kami, yakinlah bahwa kami akan selalu ada untuk kalian. ketika kalian mengatakan “tidak usah” pun, kami akan selalu ada di samping kalian.
Karena kalian adalah orang yang kami sayangi.
Percayalah..!! Sungguh, semua ini hanya karena kalian..

Jika kami sudah memilih kalian, maka yakinlah, kalian adalah peri kecil kami, setidaknya itu yang kami pikirkan saat itu…
Ketika kalian (mungkin tanpa kalian sadari) menyakiti hati kami dan meninggalkan kami, kami mungkin akan marah, tapi itu hanya sesaat dan yang kalian harus tahu, ketika kami benar2 telah memilih kalian untuk menemani kami, maka walaupun hubungan itu berakhir, separuh ruangan hati kami sudah kalian tulis menjadi ruangan kalian, maka ketika kami mempunyai kekasih yang lain, maka mereka hanya akan mengisi ruang di sisi yang lain, datang, dan pergi pada sisi itu..
Ruangan kalian akan tetap kosong untuk kalian, ketika kalian kembali untuk kami.

TAPI TOLONG, jangan khianati kami dengan lelaki yang lain!
Karena itu akan sangat menyakitkan untuk kami!
Dan maaf, kami mungkin.. akan meninggalkan kalian selamanya…!!!
Sumber



Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...