Blogger templates

Pages

20 April 2013

[BREAKING NEWS] Jenis-Jenis Penyakit Yang Diderita Cewek


Nangisuitis

Akibat terlalu sensitif. Gejalanya bibir cemberut,mata kedip-kedip. Efek sampingnya mata bengkak, saputangan banjir, hidung meler, bawaannya ngurung diri atau terkena penyakit Curhatitis A. Penyakit ini bisa diobati dengan obat Tegaridol, OBH (Obat Berhati Hamba).

Curhatitis B
Bawaanya pengen nyerocos, Efek samping rahasia orang bisa bocor, terkena Nangisuitis,Penyakit ini bisa diarahkan positif jika ia bercuhatitisnya ke orang yang tepat, apalagi sama Tuhan.

Shopping Syndrome
Gejalanya pengen jalan mulu, mata melotot,
Efek sampingnya lidah ngiler, mulut nganga, dompet jadi tipis. Jika sudah masuk stadium 4(parah banget) dompet cowoknya ikut tipis. Coba minum hematcold atau tablet PD (Pengendalian Diri).

Cerewetisme
Lebih parah dari Curhatitis B, tidak mengandung titik koma.
Efek samping muncrat, telinga tetangga budek, dada cowoknya bisa jadi lebih halus karena sering mengelus. Lebih cepat makan pil dengar dan minum tablet bicara lebih diperlambat.

Lamanian Dandanitos
Pengennya diem depan cermin. Tangan kiri gatel-gatel pengen pegang sisir, tangan kanan kram-kram pengen teplok-teplok pipi pake bedak.
Efek samping: menor, telat, cowoknya berkarat, gak kebagean makanan. Minum segera Sari Bawak (Bagi Waktu) dan Taperi (tambah percaya diri). Buat cowok minum Toleransikipil 230 sendok sehari sesudah dan sebelum mandi.

Cemburunotomy
Gejala muka lonjong, tangan mengepal, ali menukik. Coba cegah dengan obat sirup prasangka baik tiga sendok sehari, Pil pengertian dan tablet selidiki dahulu.

Ngambekilation
Gejala hampir sama dengan Cemburubotomy. Minum Sabaron dan Bersyukurinis.

Sumber

06 November 2012

Cerita Motivasi | TV Oh TV


Salah satu hal yang patut kita pikirkan bersama adalah kualitas tayangan televisi di negara kita. Kenapa begitu? Karena tayangan televisi ini mau tidak mau akan membentuk pola pikir kita dan pada akhirnya mempengaruhi kehidupan kita. Ya, masa depan kita secara tidak langsung akan terpengaruh oleh tontonan yang kita “lahap” setiap harinya.
Bangun tidur kita sudah disajikan tayangan berita-berita yang kebanyakan isinya adalah tentang hal-hal negatif. Pembunuhan, perampokan, korupsi, kejahatan dan saudara-saudaranya. Bukan rahasia lagi kalau berita yang negatif memang lebih “menjual” dari pada berita-berita yang positif. Memang, berita negatif memberikan sensasi yang gimanaaaa gitu ketika kita mengetahuinya, tapi secara tidak sadar, pikiran kita akan terpola oleh berita yang kita tonton itu lho.
Setelah tayangan berita, langsung masuk ke acara-acara gosip. Nampaknya ada 1001 acara gosip yang bertebaran di semua stasiun televisi. Berita tentang si ini, tentang si itu sama si anu, si x sama si y bercerai, si y sekarang sama si z, si x lalu dekat sama si w, tapi kemudian berpisah sekarang si x dekat sama si r… halaah.. puyeng ^_^ Muehehe
Coba kita sejenak berhenti dan renungkan. Apakah hari-hari kita diisi tayangan, hal-hal positif atau malah hal-hal yang sebaliknya? Ingat bahwa setiap yang kita lihat, dengar, pikirkan, rasakan, akan memberikan kontribusi kepada masa depan kita. WASPADA YA ^_^
Jadi inget sama satu tayangan yang “sensasional” karena pembawa acaranya membawakannya dengan bahasa yang “luar biasa” ^_^ Berikut contoh-contohnya.. Semoga bisa jadi bahan “inspirasi”…

Bahasa Indonesia vs Bahasa Silet Investigasi (Baca pake gaya bicara pembawa acaranya yah… ^_^)

Bahasa Indonesia: selingkuh
Bahasa Silet: goncangan kesetiaan cinta kini kandas sudah
Bahasa Indonesia: kangen
Bahasa Silet : sedang dilanda rasa rindu nan menggelora sehingga tak bisa tidur semalaman
Bahasa Indonesia: Galau
Bahasa Silet: Lara merundung menyesakkan dada, sungguh hanya kekasih pelipurnya
Bahasa Indonesia: kawin
Bahasa Silet: Erangan nafsu pemecah sukma di malam syahdu
Bahasa Indonesia: cantik
Bahasa Silet: raga nan indah bak intan permata bagaikan ratu cleopatra .
Bahasa Indonesia: Kangen mantan
Bahasa Silet: Hati masygul yang berderik laksana sungai kering mengungkung ikan-ikan penuh dahaga .
Bahasa Indonesia: Upil
Bahasa Silet: Butir-butir debu dalam rongga kehidupan
Bahasa Indonesia: ciuman
Bahasa Silet: 2 bibir bertaut merenda kasih saling berkatub seakan tak ingin lepas membuat jiwa menggelora penuh asa .
Bahasa Indonesia : bau jigong
Bahasa Silet: semerbak aroma menusuk sukma,nista tak tertertahankan menggetarkan tirani
Bahasa Indonesia: Ngantuk
Bahasa Silet: dua jendela hati yang tak kuasa menahan rasa menutup hari .
Bahasa Indonesia: lapar
Bahasa Silet: Erangan batin yang berkobar dalam rongga kenistaan hingga menjerit, menjalar asa kehampaan .
Bahasa Indonesia: kentut
Bahasa Silet: sekelebat nirwana yang memaksa batas norma

Gimanaa?? Begitu lebay-nya bahasa teletipi.... Muihihihihihihi

http://motivatweet.com/wp-content/uploads/2012/11/funny-baby-pictures-bath-time.jpg Tuh, sampe si adek ajah mlongoo.....


Sumber: MotivaTweet.com

23 October 2012

Sifat dan Karakter Manusia Berdasarkan Cara Ngupilnya

http://kerenzbanget.files.wordpress.com/2012/02/ngupil.jpg
 
Okehh, setelah dulu ane pernah nge-post sifat dan karakter seseorang berdasarkan.. *maaf* KENTUT-nya, sekarang ane mau nge-post sifat dan karakter seseorang berdasarkan *ehemehem* CARA NGUPIL-nya.. monggo, di manakah ente??
 
* Orang yang menganggap waktu adalah uang:
Kalo ngupil, 2 lobang sekaligus (Sekali mendayung, 2 pulau terlampaui).
 
* Orang yang perfeksionis:
Kalo mo ngupil, cuci tangan sampai bersih. Setelah ngupil, tangannya dicuci lagi, dan hidungnya di kompres dengan alkohol untuk mencegah terjadinya infeksi karena saat ngupil, bisa saja jari tangan melukai hidung.
 
* Orang yang berlibido tinggi:
Saat ngupil, jarinya dimasukkan dan dikeluarkan dan dimasukkan dan dikeluarkan dan dimasukkan dan dikeluarkan dan dimasukkan dan dikeluarkan dan dimasukkan dan dikeluarkan dan dimasukkan dan dikeluarkan dan dimasukkan dan dikeluarkan, sampai keluar lendir.
 
* Orang yang tidak berpendidikan:
Menggunakan jari orang lain untuk ngupil.
 
* Orang yang tidak berpendidikan tapi punya sopan santun:
Menggunakan jari orang lain untuk ngupil, dan mengucapkan terima kasih setelah selesai.
 
* Orang yang inovatif:
Menggunakan jari kaki untuk ngupil.
 
* Orang berjiwa samurai:
Saat ngupil, jari dimasukkan ke hidung, ditarik keatas, diturunkan kebawah, tarik ke kiri kemudian tarik ke kanan.
 
* Orang yang suka ganti suasana:
Selalu menggunakan jari yang berbeda tiap kali ngupil.
 
* Orang yang suka petualangan:
Selalu mencoba untuk meraih celah yang tak pernah diraih tiap kali ngupil.
 
* Orang yang mempunyai manajemen waktu yang tinggi:
Ada jadwal untuk ngupil per minggu, dan selang waktu untuk ngupil tiap kali ngupil.
 
* Orang yang bagaikan punuk merindukan bulan:
Mencoba untuk melompat-lompat, dan mengharapkan upilnya akan turun dengan sendirinya.
 
* Orang yang berjiwa pembunuh:
Hanya akan berhenti ngupil setelah hidungnya berdarah.
 
* Orang yang ga tahan digelitik:
Sambil ngupil sambil tertawa.
 
* Orang yang mengikuti perkembangan teknologi:
Ngupil dengan memakai antenna handphone.
 
* Orang yang ga mau menghabiskan waktu tuk melakukan hal sia-sia:
Membuka lebar hidungnya dan menyuruh orang lain untuk ngintip apakah ada upil didalam, karena ga mau sia-sia masukin jari ke hidung tapi ternyata ga ada upil.
 
* Orang yang berjiwa oriental:
Menggunakan sumpit untuk ngupil.
 
* Orang yang taat beragama:
Berdoa dulu sebelum ngupil.
 
* Orang yang pilih kasih:
Hanya ngupil lobang hidung sebelah kiri, sedangkan yang kanan dibiarkan begitu saja.
 
* Orang yang adil, arif dan bijaksana:
Kalo upil dari lobang hidung sebelah kiri lebih banyak dibanding upil dari hidung sebelah kanan, maka dia akan memasukkan sedikit upil dari lobang hidung
sebelah kiri kedalam lobang hidung sebelah kanan, baru mulai ngupil lagi.
 
* Orang yang plin-plan, alias baru makan buah simalakama:
Ngupil salah, ga ngupil salah, ngupil salah, ga ngupil salah, ngupil salah, ga ngupil salah, ngupil salah, ga ngupil salah, ngupil salah, ga ngupil salah.
 
* Orang yang latah:
Saat kuku tangan tanpa sengaja melukai hidung, maka dia akan berteriak “EH MAMA KU UPIL EH UPIL KU MAMA”.
 
* Orang yang pelupa:
Saat jari tangan sudah didalam hidung, sesaat dia lupa apa yang ingin dia lakukan dengan memasukkan jari ke hidung.
 
* Orang yang ceroboh:
Orang yang setelah selesai ngupil lobang hidung sebelah kiri, kemudian lupa untuk ngupil lobang hidung sebelah kanan.
 
* Orang yang suka mencontoh kata-kata di iklan TV:
Setelah ngupil, dia akan berkata “Ngupil? Siapa takut???”
 
* Orang yang pemalas:
Menunggu bersin biar upil keluar sendiri.
 
* Orang yang bermasalah dengan kejiwaan:
sedang membaca note ini sambil ngupil :D
 
 
*.jpg

09 October 2012

Rangkaian Melodi Terakhir | Nada Sang Angin

‘Cinta itu seperti angin. Dia tak akan pernah berhembus dua kali di tempat yang sama.’

Rangkaian Melodi Terakhir
 

Alunan melodi ini tiba-tiba terhenti. Aku sendiri terhenyak karena senar gitarku putus tepat di bait terakhir. Bait dan melodi yang belum mampu aku lanjutkan. Semangatku pun ikut terputus, dan hilang. Senja perlahan mulai berpaling dariku. Meninggalkanku sendiri termenung, menatap nanar ke arah langit yang semakin gelap dan gelap.
Bulan perlahan muncul. Sinarnya begitu terang tapi.. Aku tak lagi menemukan bayang wajahmu yang dulu sangat lekat dalam ingatanku. Kekasih, seseorang yang begitu penting untukku, seseorang yang mengenalkanku pada cinta, kamu, kini telah pergi. Pergi ke sisi lain dunia. Ke ujung lain dari kehidupan. Hanya kepingan ingatan yang tertinggal di sini. Dan sebuah melodi yang tak mampu ku selesaikan karena kau, inspirasiku, telah lebih dulu pergi karena kehendak Sang Maha Cinta.
“Sheila.. Kamu pergi terlalu cepat. Melodi ini gak akan selesai tanpa ada kamu. Karena melodi ini adalah kamu.”
Aku tak mampu menahan air mata yang mulai jatuh dan mengalir. Air mata yang kembali terjatuh setelah mataku kehilangan sosok terindah yang pernah dilihatnya. Hanya sebuah pesan yang masih terngiang. Sebuah pesan agar aku mencari seorang yang akan mampu menggantikannya. Tapi.. Mampukah aku?

***

Semester 6. Seharusnya adalah semester paling krusial dalam siklus akademikku. Karena pada semester ini, aku dituntut untuk menciptakan karya yang nanti akan menjadi bagian konser tahunan akademi music ini. Tapi entah kenapa aku tak lagi menemukan gairah untuk mengarunginya. Langkahku begitu berat dan terseok-seok. Otakku enggan berputar menemukan ide-ide cerdas untuk berkarya. Mungkin teman-teman tak akan terlalu khawatir setelah melihat senyum palsuku yang sepertinya berhasil memperdayai mereka. Mungkin hanya Satria yang tahu keadaanku saat ini.
“Vin, ke kantin yuk. Laper nih.” Satria perlahan mendekatiku selepas kelas selesai.
“Loe duluan aja deh Sat, gue masih pengen di sini.” Aku masih termenung di hadapan buku not yang masih begitu bersih tanpa coretan. Satria menatapku dengan tatapan sedih.
“Yaudah, gue duluan ya.”
“Ya.” Kataku. Satria pun akhirnya pergi.
Aku menatap kosong ke luar jendela kelas. Masih saja cuaca cerah di luar sana tak mampu ku lihat dengan perasaan ceria seperti dulu. Tiba-tiba ku rasakan semilir angin yang entah dari mana datangnya membelai lembut rambutku. Aku menoleh dan hampir saja pingsan karena kaget. Di depanku, sosok yang sangat familiar bagiku sedang berdiri dengan senyum termanisnya. Dengan tatapannya yang sangat teduh. Sheila!
Aku ingin menyapanya tapi.. Mulutku seolah terkunci rapat. Aku tak mampu berkata apa-apa. Badanku pun serasa lemas dan tak bisa kugerakkan. Aku seperti tersihir dan berubah menjadi batu di hadapan sosok Sheila.
“Alvin. Maaf, aku pergi darimu terlalu cepat. Aku juga telah mengingkari janji kita untuk menyelesaikan melodi itu. Tapi aku sama sekali tak pernah menginginkannya. Dan aku sangat berharap, kamu bisa selesaikan melodi itu. Untukku.”
“S..she..sheila..” Aku belum mampu bicara dengan lancar.
“Aku percaya kamu akan mampu menyelesaikannya Vin. Karena kamu akan segera menyelesaikannya. Ketika kamu menemukan potongan akhir melodi itu. Melodi yang sangat dekat dengan kita.” Sosok itu kembali tersenyum kepadaku. Kali ini sebuah senyuman yang menyiratkan kepedihan yang sangat dalam. Dan sosok Sheila perlahan lenyap dari hadapanku. Diiringi belaian lembut angin yang menyisir sela rambutku.
Nafasku masih tak beraturan. Tanganku, tubuhku masih bergetar. Air mataku kembali leleh. Aku begitu menyesal karena hanya bisa terdiam kaku dan tak mampu berbuat apa-apa di hadapan Sheila tadi. Hanya pesannya yang mampu kudengar. Menyelesaikan rangkaian bait melodi itu. Melodi yang begitu dekat denganku dan Sheila.
Kini kualihkan perhatianku ke arah lembaran-lembaran buku not di hadapanku. Aku mulai menerka-nerka bagaimana lanjutan melodi itu. Tapi tetap saja tanganku masih tak mampu mencoretkan satu coretanpun. Otakku serasa mati. Intuisiku sama sekali tak mau berkreasi. Aku berpikir, aku tak akan mampu menyelesaikan keinginan terakhir Sheila.

***

Seperti biasa, aku berangkat ke kampus dengan berjalan kaki. Suasana hari terasa begitu berbeda. Aku tak lagi merasakan angin yang biasa menemani langkahku. Hanya terdengar deru kendaraan bermotor yang lalu lalang. Aku berusaha tak menghiraukannya. Aku tetap melangkah, dengan langkah lemah memasuki kampus dan kemudian berjalan menuju kelas.
Sebelum memulai kuliahnya, dosen mengenalkan seorang mahasiswa pindahan yang akan masuk kelasku. Ku dengar dari teman-teman sekelasku, mahasiswa itu adalah seorang gadis cantik yang sangat berbakat dalam musik. Tapi hal itu sama sekali tak mampu mengusik perhatianku, sampai aku melihat dia berdiri di samping dosen kemudian memperkenalkan diri. Membuat jantung tersentak dan hampir melompat keluar.
“Anak-anak, hari ini akan ada mahasiswa baru yang masuk kelas ini. Silakan kamu perkenalkan diri.” Dosen itu kemudian mempersilakan mahasiswa baru itu memperkenalkan dirinya.
“Selamat pagi teman-teman. Namaku Brigitta Silvya. Biasa dipanggil Gitta. Salam kenal.” Dia tersenyum dengan manis. Senyum yang hampir mencekikku dan membuatku kehilangan nafas. Senyum yang dulu hanya kulihat di wajah Sheila. Dan tampak, dia menatapku kemudian tersenyum.
“Baik Gitta, silakan kamu duduk di samping Alvin. Kita akan segera mulai kuliah hari ini.” Gitta langsung berjalan dan kemudian duduk di sampingku. Aku hanya tertegun memandangnya. Perasaanku campur aduk.
“Hai. Kamu Alvin kan?” pertanyaannya membuatku semakin ingin pingsan. Bagaimana dia tahu namaku? Aku pun mulai berpikir kalau dia adalah penjelmaan dari Sheila. Tapi, sepertinya hal itu tak mungkin terjadi. Aku pun berusaha menenangkan diri dan bersikap biasa di hadapannya.
“Iya. Aku Alvin. Tapi, kamu tahu aku darimana?” tanyaku. Tapi gadis bernama Gitta ini hanya tersenyum kemudian mengalihkan pandangannya ke arah dosen yang mulai memaparkan materi kuliah.

***

Seperti biasanya, aku masih duduk di bangkuku ketika kelas berakhir dan satu persatu mahasiswa lain berjalan keluar. Dan seperti biasa, Satria mendekatiku. Mengajakku keluar. Aku sangat menghargai kepeduliannya kepadaku, tapi aku masih belum bisa menjadi aku yang dulu.
“Alvin.” Panggil Gitta. Aku kaget mendapati dia masih duduk di sampingku dan belum beranjak.
“Eh, eng. Gitta. Belum keluar?” tanyaku dengan suara agak terputus.
“Ajarin aku nulis lagu dong. Kata anak-anak, kamu paling jago nyiptain lagu.”
“Hah? Gue? Eng.”
“Iya. Aku pengen belajar. Aku bakal belajar.”
“Maaf Gitta. Aku gak bisa.”
“Tapi Vin.”
Aku bergegas pergi meninggalkannya. Ada pergulatan yang terjadi dalam hatiku. Permintaan Gitta dan hatiku sendiri yang belum mampu menemukan kembali semangat dan sentuhan mencipta. Sebelum keluar, aku melirik Gitta yang kulihat masih duduk dan melihat kosong ke arah jendela. Jantungku hampir berhenti ketika melihat sosok di belakang Gitta. Sosok Sheila yang tersenyum ke arahku.
Aku jatuh terduduk. Sepertinya Gitta mendengarnya dan dia pun berlari ke arahku yang masih belum bisa mengendalikan diri.
“Alvin. Kamu gakpapa?” dia berusaha menolongku.
Dengan susah payah, aku segera berdiri dan berlari meninggalkannya. Berlari dengan pikiran dan perasaan yang terus menggerogoti seluruh hatiku. Melahap habis seluruh logikaku. Menguras semua emosi yang tersisa dalam diriku. Berlari dengan membawa beribu tanya tentang apa yang harus aku lakukan untuk memenuhi permintaan terakhir Sheila.

***

“Gitta.”
“Ya Vin. Ada apa?”
“Kapan mau mulai kuajarin?”
“Ha? Serius mau ngajarin?”
“Iya.”
“Nanti sore aja gimana?”
“Oke. Nanti sore, di ruang musik ya.”
“Sip. Makasih ya Alvin.”
Ya, akhirnya kuputuskan untuk mau memenuhi permintaan Gitta untuk mengajarinya. Meskipun dengan berat hati. Aku berpikir, mungkin dengan mengajari Gitta aku bisa menemukan lagi semangat dan kreasiku yang kini hilang.
Sesuai janji kami sebelumnya, kami bertemu di ruang musik untuk mulai belajar. Sebelumnya, aku menerangkannya tentang nada. Aku mulai menyukai semangatnya dalam mendengarkan sepotong demi sepotong penjelasan yang kuberikan. Kemampuannya memahami pun tergolong cepat.
“Alvin. Kamu hebat lho. Berbakat jadi musisi.”
“Ah, kamu bisa aja Ta. Aku dulu kan juga belajar kayak kamu.”
“Belajar sama siapa Vin? Pasti orangnya jago ya?”
Pertanyaan terakhir Gitta membuat dadaku sesak. Aku tak mampu menjawab pertanyaannya. Satu nama yang sangat sulit aku sebut. Membuat seisi tubuhku lemah dan aku pun roboh. Gitta segera menolongku untuk duduk. Pandangan mataku kosong menatap liar tak menentu. Kesedihan kembali menggelayuti tubuhku. Aku pun kembali teringat bagaimana dulu Sheila mengenalkanku pada dunia musik yang mampu mencuri jiwaku. Dan bagaimana Sheila mampu mencuri hatiku. Tapi itu semua hanya jadi melodi usang yang tak akan mampu ku ingat lagi rangkaian nadanya.
Gitta mulai memberanikan diri bertanya padaku. Dan dengan perlahan pula, aku menceritakan kepada Gitta tentang aku dan tentu saja, kisah tentang melodi terindahku, Sheila. Dari awal sejak kami masih menjadi sahabat kecil, ketika kami saling membuka perasaan, hingga akhirnya takdir berkata lain. Maut lebih dulu menjemput Sheila sebelum kami mampu menyelesaikan rangkaian melodi pertama kami. Hanya sebuah pesan yang sama sekali tak ku mengerti artinya, yang selama ini membayangi hidupku.
“Vin, boleh aku lihat pesan itu?”
“Ini. Pesan terakhir Sheila. Dia nulis, kalo aku mampu memahaminya, melodi ini akan selesai.”
Aku melihat Gitta dengan serius membaca kata demi kata dari pesan itu. Beberapa kali dia mengernyitkan dahinya. Kemudian menggenggam erat kertas pesan itu.
“Vin, aku akan bantu kamu cari potongan terakhir melodi kamu.”
“Maksud kamu apa Ta?”
Ada raut penuh kepastian di wajahnya. Kembali, wajahnya mengingatkanku pada Sheila yang begitu menggebu-gebu ketika menulis lagu. Gitta beranjak pergi meninggalkanku sendiri. Aku hanya mampu melihat kelebatannya ketika berlari meninggalkan ruangan ini.
“Sheila.” Kataku lirih ketika kulihat Sheila yang berdiri di depan pintu sambil tersenyum memandangku. Dia hanya mengangguk pelan, kemudian lenyap.

***

Kuliah hari ini berakhir lebih cepat. Masih siang dan mentari tampak begitu bersemangat membakar udara kota. Tak seperti biasanya, Gitta menarik tanganku mengajakku segera keluar. Aku pun enggan mengikutinya.
“Alvin. Ayo ikut aku.”
“Ngapain sih Gitta?”
“Maksud pesan itu.”
Aku tercekat mendengarnya. Apa mungkin Gitta telah mengetahui arti pesan dari Sheila? Tapi apa? Akhirnya aku pun memutuskan untuk mengikuti Gitta.
Perjalanan yang cukup jauh dan melelahkan. Tapi sama sekali tak ada rasa lelah yang tampak di wajah Gitta. Hingga akhirnya Gitta menghentikan langkahnya di sebuah padang rumput yang cukup luas. Begitu sejuk meskipun sinar mentari sangat terik. Sunyi, namun sangat menenangkan hati.
“Gitta.”
“Alvin, sekarang coba tutup mata kamu dan dengerin alunan angin ini.”
Aku segera menuruti kata-kata Gitta. Aku berjalan pelan sambil menutup kedua mataku. Angin samar-samar mulai menelisik sela rambutku. Langkahku terhenti ketika kurasakan angin seolah membisikkan sesuatu ke telingaku. Aku mulai mempertajam telingaku. Merasakan apa yang ada di sekitarku saat ini.
Bisikan angin itu lambat laun berubah menjadi sebuah suara yang sangat jelas kudengar. Sebuah alunan musik yang begitu indah. Aku mulai menikmatinya. Aku serasa menemukan kembali jiwa dan semangatku yang lama hilang. Dan nada-nada angin itu pula yang akhirnya membuatku tersadar dari lamunan dan mulai menyadari kata-kata Sheila. Mengingat kembali masa lalu. Mendengarkan kembali nada usang yang kini menari-nari di telingaku.

**flashback**

“Alvin, kamu denger gak?”
“Apaan sih Sheila?”
“Musik yang dimainin sama angin.” Kata Sheila kecil sambil tersenyum.
“Ha? Angin?” Alvin kecil pun kebingungan.
Sheila kecil mulai mendendangkan nada demi nada yang didengarnya agar Alvin juga bisa mendengarnya. Alvin kecil pun terpesona dengan nada itu. Dan ikut berdendang bersama Sheila kecil.

***

Ingatan itu kemudian muncul dengan jelas. Aku tak mampu lagi menahan perasaanku. Aku terjatuh kemudian menangis. Gitta bergegas mendekatiku. Aku tak menghiraukan panggilannya kepadaku.
“Sheila! Kenapa kamu kasih aku teka teki yang terlalu sulit! Aku terlalu bodoh untuk bisa menemukan jawabannya!”
Aku menangis keras. Gitta yang melihatku hanya membiarkanku. Entah apa yang terjadi, tapi aku seolah berubah menjadi anak kecil yang kehilangan ibunya. Perasaan bahagia bercampur dengan rasa sedih yang dalam. Bercampur aduk menjadi satu.
Potongan melodi itu telah kutemukan. Dan melodi kami pun akhirnya lengkap oleh melodi angin yang pernah Sheila nyanyikan dulu. Sebuah melodi usang yang indah. Melodi yang muncul dari hembusan merdu angin.
Aku memainkan lagu itu bersama Gitta. Dan sepertinya Gitta dengan baik menyanyikannya. Aku senang meskipun ada rasa kehilangan karena bukan Sheila yang menyanyikannya. Saat kulihat Gitta yang sedang bernyanyi, tiba-tiba sosoknya berubah menjadi sosok Sheila. Aku menghentikan permainanku kemudian berlari ke arah Gitta yang kulihat sebagai Sheila dan memeluknya.
“Alvin. Kamu kenapa?” Gitta nampak gugup ketika kupeluk. Dan saat mendengar suara Gitta, aku tersadar kalau tadi hanya halusinasiku.
“Alvin, terima kasih kamu sudah berhasil menyelesaikannya. Aku akan pergi. Cintailah Gitta yang kini ada untukmu. Dialah sebenarnya potongan melodi terakhir itu. Biarkan melodi angin ini menjadi tanda perpisahan kita.” Suara itu mendadak terdengar di telingaku. Suara Sheila. Tepatnya salam perpisahan darinya.
Sebuah melodi yang tercipta dari angin. Sebuah melodi yang terdengar di masa lalu. Sebuah melodi yang akan menjadi kenangan bagiku. Sebuah melodi terindah dari sosok terindah yang pernah ada di sampingku. Sheila…

~

Udah ya, udah selesai tuh. Pengen nambah? Bentar ya, ane nulis yang baru lagi. Kapan? Kapan-kapan aja deh.
Gimana? Kasih komentar dong. Kalo jelek, bilang aja jelek. Gakpapa kok. Ane bakal trima. Eh, tapi harus komen lho yaa. Awas kalo enggak! *ngasahgolok*

04 October 2012

Cerita Tentang Kita II | Sebuah Ikatan, Chapter - 7

Ini akhir dari CTK II. Kepergian Kenzo, dan ikatan yang disebut keluarga dan cinta.. Sedih sebenernya kalo harus nyampe sini aja..


 

Cerita Tentang Kita II | Sebuah Ikatan, Chapter - 7

“Papa?” tanya Alea. Kenzo mengangguk. Dengan perlahan, dibukanya kotak itu. Isinya sebuah foto yang nampaknya telah disimpan cukup lama karena warnanya nampak sedikit memudar. Di foto itu terlihat sosok Alea kecil yang masih TK, sedang digendong oleh Papa. Tiba-tiba Alea memeluk Kenzo yang berdiri di depannya. Kenzo dapat mendengar suara lirih Alea yang sedang menangis.
“Ada apa Al?” tanya Kenzo lembut sambil melepas pelukan Alea.
“Alea kangen sama Papa kak.” Jawab Alea lirih di sela-sela isak tangisnya.
“Papa lagi sakit Al. Makanya Papa gak bisa dateng buat Alea.” Kata Kenzo. Alea berusaha mengusap air matanya.
“Sakit apa kak?” tanya Alea.
“Demam biasa aja kok sayang. Mama yang cerita. Eng..” Kenzo ragu melanjutkan kata-katanya.
“Ada apa kak?” tanya Alea.
“Kakak harus ke Jepang buat bantuin Papa di sana Al.” kata Kenzo dengan nada berat. Alea tak berkata apa-apa. Dia menunduk berusaha menyembunyikan air matanya.
“Kenapa kak? Kenapa kakak ninggalin Alea? Kalo Kakak sama Mama ke Jepang, Alea di sini sama siapa?” tanya Alea.
“Alea sayang. Yang ke sana cuma kakak. Mama bakal di sini nemenin Alea.” Jawab Kenzo. Mendengar jawaban Kenzo, Alea pun dapat menerima meskipun sedikit berat.
“Kak Kenzo mau pergi?” tanya Emily yang tiba-tiba muncul dari belakang Kenzo.
“Eh. Eng. I..iya Emily. Papaku butuh aku di sana.” Jawab Kenzo sedikit gugup.
Suasana hening. Alea menarik tangan Kenzo dan Emily, kemudian menyatukannya. Kenzo dan Emily pun kaget dengan apa yang dilakukan Alea.
“Kakak, sebelum kak Kenzo pergi, kakak harus jujur sama perasaan kakak. Perasaan kakak ke Emily. Begitu pula sebaliknya.” Kata Alea. Hal ini membuat Kenzo dan juga Emily terhenyak. Tiba-tiba muncul Evan diikuti Tara, dan Rara. Dan orang yang paling shock melihat pemandangan ini adalah, Rara. Akhirnya, Kenzo pun menarik nafas panjang. Kemudian mulai berbicara.
“Mily, apa yang bikin aku gak berani ngungkapin perasaanku adalah sebuah kejadian di masa lalu yang membuatku kehilangan keinginan untuk mencintai. Rasa sakit karena sesuatu yang orang sebut ‘rasa cinta’.” Kata Kenzo mengawali. Hal ini membuat Evan dan Tara kaget. Mereka berdua pun saling pandang. Masa lalu?
“Kenzo..” kata Evan. Kenzo menoleh ke arah Evan kemudian tersenyum.
“Ingatanku udah pulih Van. Aku udah inget semuanya dengan jelas.” Kata Kenzo.
“Tapi.. Sejak kapan?” tanya Evan.
“Setelah keluar dari rumah sakit. Ingatanku berangsur pulih seperti sedia kala. Lukisan itu, hujan deras. Dan semua tentang Rara. Aku inget semuanya. Gakpapa. Anggap semua itu sebagai masa lalu dan pelajaran buat kita.” Jawab Kenzo panjang lebar. Evan dan Tara pun tersenyum mengetahui kebesaran hati Kenzo. Rara yang tak mampu menahan perasaannya pun menangis dan kemudian memilih pergi.
“Mily, aku gak ingin kamu terbutakan oleh perasaan ini. Jujur, aku menemukan lagi rasa cinta dalam diriku setelah ketemu kamu. Tapi aku gak ingin kasih kamu janji-janji yang tinggi sedangkan aku belum mampu wujudkan.” Kata Kenzo ke Emily.
“Kak, aku akan nunggu kakak kembali ke sini lagi. Aku akan jaga perasaanku ke kakak.” Kata Emily. Kenzo dan Emiy pun saling berpandangan dan tersenyum satu sama lain. Ciuman hangat mendarat di kening Emily. Semua yang ada di situ pun tertegun melihatnya, Emily pun sampai tak berani bergerak.
“Ehem. Kenzo udah nih Van. Sekarang giliran loe.” Kata Tara sambil menyenggol Evan yang dari tadi bengong.
“Apa-apaan sih loe kunyuk.” Kata Evan. Kenzo, Tara, dan Emily pun tersenyum melihat ekspresi Evan.
“Van, tolong jagain Alea.” Kata Kenzo. Evan menoleh ke arah Kenzo. Kenzo pun tersenyum dan mengangguk. Tapi Evan masih tampak malu-malu untuk mendekati Alea yang berdiri di samping Emily.
“Nunggu apaan lagi sih loe Van? Udah peluk aja gak usah malu-malu. Entar gue embat duluan lho. Haha.” Kata Tara kemudian berlari menjauh.
“Kunyuuuk!! Ke sini loe!!” teriak Evan berlari mengejar Tara. Hal itu pun membuat Kenzo, Emily, dan Alea tertawa terbahak.
***
Mentari hari ini tampak cerah bersinar. Awan tipis menggantung di langit dengan anggun. Entah kenapa, jalanan tampak begitu lengang sehingga mobil Mama dapat berjalan dengan lancar hingga bandara. Hari ini adalah hari di mana Kenzo akan berangkat ke Jepang. Mama, Alea, Emily, dan Evan mengantar Kenzo hingga ke bandara. Suasana tampak sunyi. Hanya alunan music mp3 dari player yang memenuhi seisi mobil. Tak ada satupun suara yang keluar dari mulut mereka. Hingga tiba di bandara.
“Ma, Kenzo berangkat dulu.” Kata Kenzo berpamitan kepada Mama, kemudian mencium tangan beliau dan memeluknya.
“Emily.” Panggil Kenzo ke Emily yang hanya tertunduk. Dengan gugup, Emily menengadahkan kepalanya.
“Iya kak Kenzo.” Jawab Emily. Kenzo langsung memeluknya. Emily pun memeluk tubuh Kenzo dan tersenyum. Ada bulir air mata yang tertahan di ujung matanya.
“Van. Tolong janji ke gue, loe bakal jagain Alea sampai gue balik ke sini lagi.” Kata Kenzo ke Evan sambil memegang kedua pundak Evan. Evan pun mengangguk dengan mantap.
“Kenzo, loe bisa pegang janji gue.” Kata Evan kemudian menjabat tangan Kenzo. Kenzo pun tersenyum. Dia kemudian berhadapan dengan Alea.
“Alea.” Kata Kenzo sambil membungkukkan badannya. Dia ingin melihat wajah adik yang sangat dia sayangi itu sebelum berangkat. Tapi Alea memalingkan wajahnya. Dengan segera, Kenzo membalik badan Alea. Tampak air mata Alea yang mengalir begitu deras. Tanpa terasa, air mata Kenzo pun ikut mengalir.
“Kakak!” Teriak Alea sambil memeluk Kenzo hingga Kenzo hampir saja terjatuh.
“Kakak gak akan lama Al.” kata Kenzo berusaha membesarkan hati Alea. Pelukan Alea makin erat.
“Janji?” tanya Alea.
“Janji.” Jawab Kenzo. Alea pun melepaskan pelukannya. Tiba-tiba Kenzo menyerahkan sesuatu kepada Alea. Sebuah surat. Saat Alea akan membukanya, Kenzo melarang.
“Kenapa kak?” tanya Alea heran.
“Buka kalo Alea kangen sama kakak ya.” Jawab Kenzo. Alea pun mengangguk pelan. Dengan langkah berat, Kenzo mulai berjalan pergi.
Lambaian tangan terakhir Kenzo, menandai kepergiannya. Mama dan Evan tersenyum. Alea dan Emily berpelukan, berusaha saling menguatkan hati melihat orang yang begitu berharga bagi mereka akan pergi untuk waktu yang lama. Alea menggenggam erat surat pemberian Kenzo dan berjanji akan menyimpannya.
Kini Alea harus bisa berjalan tanpa Kenzo. Meskipun ada Evan dan Emily yang selalu ada untuknya, namun sosok Kenzo yang begitu hangat dan sangat berarti di hidupnya tak akan pernah dia lupakan. Seorang kakak yang selalu menjadi sinar fajar yang begitu hangat di kala dia terjebak dingin malam. Seorang kakak yang seperti sapu tangan, selalu menyeka keringatnya ketika lelah dan menghapus air matanya ketika sedih. Seorang kakak yang selalu dia rindukan, selalu dia nantikan kepulangannya, untuk dapat berkumpul lagi, menuntunnya, mengajarinya apa arti hidup ini.

~ selesai ? ~

Selesaikah? Tapi kayaknya gak asik deh kalo perjuangannya Kenzo gak dicritain.. Tapi.. Pembacanya sendiri gimana nih.. Udah bosen belum yak?? Kasih komentarnya dong... ^^.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...