Sam masih duduk termenung sendiri di halaman belakang rumahnya. Di sampingnya terlihat sebuah boneka kucing warna putih. Mata Sam sesekali melirik boneka itu. Lalu dia pun meraih boneka itu, dipandangnya dalam-dalam. Sam kemudian memejamkan mata, diletakkannya kembali boneka kucing itu ke tempatnya. Tangan Sam mencoba meraih sesuatu di saku celananya, sebuah korek api. Diambilnya lagi boneka kucing putih itu, kemudian dia membakarnya.
Perlahan, api mulai memakan habis boneka kucing putih itu. Sam hanya duduk melihat aksi api itu. Seiring dengan api yang terus menyala, dari mata Sam mulai mengalir air mata. Diiringi senyuman getir, Sam meninggalkan boneka kucing putih itu.
***
Hari sudah petang. Lampu ruang tengah masih belum menyala. Satu-satunya cahaya yang ada di rumah itu adalah cahaya dari dalam kamar Sam. Cahaya redup dari sebuah lampu bohlam kecil. Cahaya yang tentu saja tak akan cukup untuk menerangi seisi kamar Sam sekalipun.
Tempat tidur tempat Sam berbaring pun hanya terlihat samar. Sam terbaring telentang, dengan pandangannya kosong menatap kehampaan yang ada di hadapannya saat ini. Air matanya sudah kering. Perlahan, Sam bangkit berdiri. Dia berjalan mendekati meja, lalu meraih ponselnya. 9 Missed Calls dan 14 Unread Messages tak membuat Sam berminat membuka ponselnya.
Dengan masih menggenggam ponselnya, Sam melangkah
perlahan menuju jendela kamarnya. Tiba-tiba langkahnya terhenti karena ponselnya tiba-tiba bergetar. Ellena, begitu tertulis di layar ponsel. Tapi Sam tak menerima panggilan itu. Di samping jendela kamarnya, terlihat jelas langit malam yang muram, tanpa ada cahaya bulan dan kerlip bintang. Sam menarik nafas panjang, lalu kemudian…Prakk!!!! Dia membalikkan badan kemudian melempar ponselnya tepat ke tembok kamarnya.
perlahan menuju jendela kamarnya. Tiba-tiba langkahnya terhenti karena ponselnya tiba-tiba bergetar. Ellena, begitu tertulis di layar ponsel. Tapi Sam tak menerima panggilan itu. Di samping jendela kamarnya, terlihat jelas langit malam yang muram, tanpa ada cahaya bulan dan kerlip bintang. Sam menarik nafas panjang, lalu kemudian…Prakk!!!! Dia membalikkan badan kemudian melempar ponselnya tepat ke tembok kamarnya.
Sam kembali tersenyum getir melihat hal itu. Dia perlahan melangkah kembali ke tempat tidurnya.
***
Jam di dinding menunjukkan pukul 08.00. Sam sudah bersiap untuk berangkat ke kampus. Namun, ada yang berbeda dari penampilan Sam hari ini. Rambutnya tak lagi disisir rapi, dibiarkan acak-acakan menutupi telinga dan matanya. Kemeja putih lengan pendeknya berubah menjadi kaus hitam dengan corak warna merah darah, dibalut jaket hitam polos. Celana skinny yang jarang sekali dia pakai, kini dipakainya. Sepatu keds hitam, selesai dipakainya. Dia pun melangkah keluar rumah menuju kampus.
Di kampus, Sam lebih banyak diam. Tak lagi aktif bertanya ketika di kelas, rajin berdiskusi membahas tugas, ataupun bercanda bersama teman-temannya ketika jam istirahat. Waktunya dihabiskan duduk menyendiri di dalam perpustakaan, mendengarkan lagu-lagu yang mengalun dari ponselnya lewat headphone yang terpasang di telinganya. Tak ada lagi buku-buku tentang materi kuliah yang dia baca.
***
Jam 12.00, kelas terakhir untuk hari ini selesai. Sam bangkit perlahan dan mulai melangkah meninggalkan kursinya menuju pintu keluar kelas. Baru saja dia melangkahkan kaki kelaur dari ruang kelas, ada tangan yang meraihnya. Sam menengok dan terkejut, ternyata Ellena.
“Sam.” Panggil Ellena. Namun Sam tak menjawab. Menatap Ellena pun tidak.
“Sam, tolong lihat aku. Sam!” kata Ellena agak keras. Sam akhirnya mau menoleh. Dengan tatapan kosong dia menatap wajah Ellena.
Dengan tidak bicara, Ellena kemudian menarik tangan Sam dan berjalan ke suatu tempat. Sam hanya mengikuti langkah Ellena. Sama sekali tak tersirat keinginan untuk menolak, juga keinginan untuk ingin tahu apa maksud Ellena.
***
Di sebuah koridor sepi di belakang laboratorium praktek kimia, Ellena menghentikan langkah kakinya. Sam ikut berhenti. Begitu lama mereka berdua tenggelam dalam diam. Tak satupun dari keduanya yang berbicara. Hanya tatapan mata yang terus beradu. Ellena melangkah mendekati Sam. Dengan perlahan memeluk tubuh Sam yang ada di depannya. Semakin erat dan semakin erat pelukan Ellena, tapi Sam hanya diam saja. Mata Sam terpejam kemudian tangannya mulai memeluk tubuh Ellena, begitu erat.
“Sayang, kau telah berhasil menghancurkan hatiku. Terima kasih.” Bisik Sam ke telinga Ellena, kemudian melepaskan pelukannya.
“Sam…” jawab Ellena kemudian menangis. Ellena tertunduk lemah. Tubuhnya tiba-tiba goyah, Ellena jatuh terduduk. Ada sesuatu yang sedang berkecamuk hebat di dalam hatinya. Ellena mulai mengangkat pandangannya mencoba memandang Sam yang masih berdiri di hadapannya, melihatnya terjatuh tanpa melakukan apapun.
“Sayang, bagaimana rasanya? Kau terjatuh, menangis kesakitan. Dan orang yang kau sayangi, yang ada di depanmu tak membantumu berdiri. Sakit bukan?” kata Sam yang perlahan mendekati Ellena.
“Kau pasti ingat apa yang sudah kau lakukan padaku. Sesuatu yang jauh lebih menyakitkan dari ini. Sesuatu yang telah menghancurkan rasa sayangku yang begitu besar padamu.” Lanjut Sam.
Ellena tertunduk, dengan air mata yang masih terus mengalir, ingatannya perlahan kembali ke peristiwa beberapa minggu yang lalu.
***
3 Minggu yang Lalu
“Jangan pergi…” pinta Sam kepada Ellena yang terus melangkah pergi.
“Maaf Sam, aku harus pergi dari sisimu. Aku memang menyayangimu. Tapi aku tak bisa bertahan bila terus seperti ini. Sampai jumpa, Sam.” Jawab Ellena sembari melangkah Sam yang berdiri termangu.
Dari kejauhan, terlihat sosok pria yang mengendari motor menjemput Ellena. Sam pun segera berlari mengejar Ellena. Namun, malang bagi Sam dia tak mampu mengejar Ellena yang sudah pergi bersama pria itu. Sam terus berlari sambil menangis, sampai akhirnya dia terjatuh dan hanya bisa melihat Ellena perlahan menghilang dari pandangannya. Sam menangis.
***
“Sam, maafkan aku…” pinta Ellena kepada Sam.
“Maaf? Kau meminta maaf padaku? Aku sudah terlalu sering memberikannya. Tapi kau tak pernah bisa menjaga kata maaf yang kuberikan. Sebaliknya, kau tak mau memberikan sedikit maafmu ketika aku melakukan sedikit kesalahan.” Jawab Sam.
“Tolong Sam, maafkan kesalahanku tempo hari. Aku sekarang sepenuhnya sadar kalau yang telah aku lakukan adalah kesalahan yang besar. Tolong, beri aku kesempatan untuk memperbaikinya.” Pinta Ellena sambil masih menangis.
Sam menarik nafas panjang, lalu mulai berbicara,” ketahuilah Ellena, sampai saat ini aku masih menyayangimu. Tapi aku sudah kehilangan hasrat untuk kembali bersamamu. Hasrat itu sudah ikut pergi bersama dengan kepergianmu dulu. Jadi sekarang, kau tak perlu mengharapkanku. Kau sudah bebas.”
Ellena tercekat mendengar perkataan Sam. Dia tak menyangka betapa Sam masih menyimpan rasa sayangnya, tapi dia sedih mendengar penuturan Sam yang menyuruhnya pergi. Perlahan, Ellena mulai bangkit berdiri. Dia berjalan perlahan mendekati Sam, lalu kembali memeluknya. Tanpa disangka, Sam langsung menyambut pelukan Ellena.
“Sam, aku menyayangimu.” Kata Ellena.
“Aku juga menyayangimu, Ellena.” Jawab Sam.
“Ellena, mungkin ini adalah pelukan terakhir kita. Aku akan pergi.” Kata Sam sambil melepaskan pelukannya. Ellena belum mengerti maksud perkataan Sam, tiba-tiba Sam menyerahkan sepucuk surat kepada Ellena.
“Apa ini, Sam?” tanya Ellena.
“Jangan kau buka. Bukalah saat aku benar-benar telah menghilang, dan kau tak mampu lagi menemukanku di manapun. Tapi aku ingin, kau jangan menangis saat membaca surat ini. Selamat tinggal… Sayang.” Jawab Sam sambil berlalu pergi.
Sam pun melangkah pergi, meninggalkan Ellena yang masih berdiri dengan beribu tanya di kepalanya. Tanya tentang surat pemberian Sam, ucapan perpisahan Sam, dan masih banyak lagi semua tentang Sam. Namun di balik itu semua, hati Ellena sedikit tenang karena tahu bahwa Sam masih menyayanginya. Matanya masih dengan setia melihat dan memperhatikan tubuh Sam yang secara perlahan menghilang di balik kaki langit.
Sam melangkah tanpa arah. Di wajahnya tersirat secuil senyuman. Bukan lagi senyuman getir, tapi sebuah senyuman bahagia yang muncul dari dalam harinya. Secara perlahan, langkahnya mulai melambat. Pandangannya mulai kabur. Telinganya tak mampu lagi mendengar hiruk pikuk yang ada di sekelilingnya. Peluh dingin mulai mengalir dari tubuhnya. Sejenak kemudian, tubuhnya tumbang. Sam tak sadarkan diri.
***
To be continue… (Maaf ya agan2, pas nulis cerita ini, ane bener mentok kehabisan ide buat ngelanjutin ceritanya, judulnya aja belum tau mau dikasih apaan.. Buat agan2 yang punya ide, boleh di-share di kotak komentar ya.. Makasih.. :D)
Tweet
hmm.... klimaksnya kurang mantep...
ReplyDeleteitu belum klimaks gan.. baru nyampe tengah2 crita.. tapi ide mendadak buntu..
ReplyDeletebantuin nglanjutin yaa.. hehe