Blogger templates

Pages

29 August 2012

Draft Cerita | Keterangan : Belum Selesai

Seperti biasa, hari senin adalah hari yang sangat sibuk. Dan kebetulan Ayah hari ini berangkat ke luar kota untuk mengurus bisnis di sana. Bunda juga harus pergi untuk menjenguk adikku, Sheila yang sekolah di luar kota. Kemudian menemani Ayah untuk mengurus bisnis. Otomatis, tinggal aku dan kakak perempuanku yang bernama Alea yang tinggal di rumah. Bagiku, ini adalah mimpi buruk. Karena kak Alea adalah sosok kakak yang sangat galak, menyeramkan! Dan aku harus berdua dengan dia di rumah untuk beberapa minggu ke depan. Aarghh!


“Alea, Eno, ayah sama bunda berangkat dulu ya. Kalian berdua yang akur. Jangan berantem.” Kata Ayah


“Iya, denger kata Ayah. Alea, jaga adikmu si Eno ya.” Kata Bunda.


“Siap bos! Ayah sama bunda hati-hati ya.” Jawab kak Alea. Aku hanya diam saja.


Mobil ayah pun meluncur melewati pintu gerbang, dan kemudian hilang bersama ramainya arus lalu lintas. Aku pun bergegas masuk ke rumah untuk mandi dan berangkat kuliah. Kak Alea masih duduk di beranda. Hari ini dia libur kuliah.


***


Sudah 2 minggu. Suasana rumah begitu sepi. Biasanya tiap malam ketika ada Ayah dan Bunda, pasti kami ramai ketika berkumpul bersama. Entah sekedar ngobrol atau nonton film bersama. Aku yang jadi korban. Malam minggu, aku dii rumah sendirian, nonton film. Kak Alea pergi bersama pacarnya. Huh! Dasar, kak Alea kalau udah jalan sama kak Ben pasti lupa sama adiknya.


“Kring kring,” bunyi dering telepon. Aku pun bergegas mengangkatnya. Siapa tahu dari Ayah atau Bunda, pikirku.


“Halo.”


“Halo, Eno. Ini Ayah.” Ah, ternyata benar dari Ayah.


“Ada apa Yah?” tanyaku.


“Begini, kayaknya Ayah sama Bunda bakal agak lama di sini. Bisnis di sini sedang sibuk dan butuh penanganan ekstra. Jadi mungkin 3 minggu lagi Ayah sama Bunda baru bisa pulang.” What? 3 minggu? Ya Tuhan.


“Aduh, kok lama banget sih Yah. Eno sendirian terus ni di rumah. Kak Alea sering pergi sama temen-temennya. Terus besok senin kak Alea mau berangkat magang ke luar kota. Masa Eno harus sendirian selama 3 minggu?” kataku dengan sedikit memelas.


“Eno, belajar mandiri dong. Kamu kan cowok, calon penerus bisnis Ayah. Sudah dulu ya, Ayah sudah ditunggu sama rekan bisnis Ayah. Ati-ati di rumah ya.”


“Iya Yah. Ayah sama Bunda juga ya.” Jawabku lalu telepon kututup.


Aduh, celaka 13. Harus di rumah sendirian selama 3 minggu. Apa yang bisa aku lakukan?


***


Hari Senin


“Eno, kakak hari ini berangkat magang. Kamu jaga rumah ya.” Kata kak Alea.


“Magangnya berapa minggu kak?” tanyaku.


“Paling cepet 2 bulan selesai.” Jawabnya sambil sibuk mengemas barang. Aku pun diam sambil merenung. Ya, benar-benar sendiri nih.


“Oke. Kakak berangkat dulu ya.”


“Iya. Ati-ati ya kak. Jangan lupa oleh-oleh.” Kataku bercanda.


PLAKK! “Aduh, kok malah dijitak sih!”


“Itu hukuman buat adik yang nyusahin kakaknya. Udah ah, kakak berangkat. Kamu sana buruan mandi trus berangkat kuliah.” Kata kak Alea sambil berlalu.


Aku pun berjalan menuju ke kamar mandi sambil mengusap-usap kepalaku. Aku melangkah santai. Tiba-tiba langkahku terhenti. Perhatianku teralihkan pada sebuah pintu di sebelah kananku. Sebuah pintu yang sangat aneh. Aku merasa belum pernah melihat pintu ini sebelumnya. Padahal kami sekeluarga sudah hampir 2 bulan tinggal di rumah ini. Tapi pintu ini, seolah tak pernah tersentuh. Kuamati dengan seksama. Tak ada yang aneh. Ku sentuh daun pintu. Ya ampun, sangat berdebu! Saat kutoleh jam di dinding, ternyata hampir jam 9. Kuurungkan niatku untuk membuka pintu itu lalu mandi.


Kuliah telah usai. Aku sengaja tidak ikut nongkrong bersama teman-temanku karena ingin mengecek pintu yang tadi pagi menarik perhatianku. Sesampainya di rumah, setelah makan siang dan ganti baju, aku segera ke pintu “misterius” itu.


Aku sudah berdiri di hadapan pintu. Perlahan, kugenggam gerendel pintu. Kuputar. Dan KLIK! Pintu itu pun terbuka. Dan apa yang ada di dalamnya? Sial! Hanya kumpulan barang-barang jadul dan kuno. Setengah kecewa, aku mencoba masuk dan melihat apa saja isinya. Ya, dan ternyata memang hanya barang-barang yang sudah berumur dan sangat berdebu. Tapi tiba-tiba pandanganku tercuri ke arah sebuah kompas. Aneh, kompas ini masih bersih. Pikirku. Segera saja kuambil kompas itu, lalu aku pun keluar dan menutup pintu yang tak lagi “misterius” itu.


Aku duduk di ruang keluarga. Sambil memutar musik, kuamati dengan teliti kompas itu. Kompas biasa yang sering digunakan oleh para pramuka atau penjelajah untuk bertualang. Kuamati jarum penunjuk arah utaranya. Jarum itu awalnya nampak diam, tapi perlahan mulai bergerak dan berputar. Semakin cepat. Aku pun bingung. Ada apa ini? Namun perlahan jarum itu berhenti. Tapi arah yang ditunjuknya berbeda dengan arah awal.


Tanpa pikir panjang, aku melangkah mengikuti arah yang ditunjukkan kompas ini. Ternyata, jarum merah ini menunjuk ke sebuah cermin di ruang tengah.


“Cermin? Lho, perasaan nggak ada cermin di sini. Sejak kapan?” aku berbicara sendiri.


Perlahan, kusentuh cermin itu. Begitu bersih! Sama sekali tak berdebu. Kututup kompasnya, lalu kutaruh ke dalam saku celanaku. Aku pun sibuk mengamati cermin ini. Tanganku tak henti meraba tiap bagian cermin ini. Dan saat kedua tanganku menempel pada bagian tengah cermin, sesuatu terjadi. Aku merasa ada kekuatan yang berusaha menahan tanganku untuk tak melepas cermin itu. Makin lama, tanganku seperti semakin masuk ke dalam cermin. Tarikan itu makin kuat. Dan tiba-tiba sekelilingku gelap. Aku tak sadarkan diri.


***


“Nak, bangun.” Sayup sayup ku dengar suara seseorang di dekatku. Namun suaranya tak kukenali. Perlahan ku buka mataku.


“Ternyata kau sudah siuman.” Saat menoleh, kulihat sosok kaket tua yang tersenyum menatapku. Ku perhatikan wajahnya, seolah pernah kulihat sebelumnya. Tapi aku tak bisa mengingatnya.


“Ini di mana kek?” tanyaku sambil memerhatikan sekeliling ruangan. Sebuah ruangan sederhana yang ditata rapi. Begitu bersih.


“Ini rumah kakek nak. Tadi kakek menemukan kamu pingsan di tepi air terjun. Langsung kakek bawa kamu ke rumah.” Terang sang kakek.


“Tebing?” aku kaget. Tebing? Padahal seingatku, terakhir aku sedang berada di rumah sendirian dan sedang mengamati sebuah cermin. Ya! Pasti cermin itu yang menyebabkan semua ini. Tapi, bagaimana mungkin? Aneh.


“Iya nak. Ngomong-ngomong, kamu dari desa mana? Sepertinya baru kali ini kakek bertemu kamu. Apa kamu dari desa seberang gunung?” Tanya kakek.


“Eh.. Eng.. Anu kek.. Saya..” aku tergagap, tak mampu menjawab pertanyaan kakek. Karena aku masih bingung dengan apa yang sedang menimpaku.


“Ya sudah. Istirahatlah dulu. Kalau sudah sehat, baru cerita sama kakek. Sekarang kakek mau ke pasar dulu.” Kata kakek kemudian pergi meninggalkanku.

0 comments:

Post a Comment

Abis baca artikelnya, kasih komentar ya.. Supaya artikel selanjutnya bisa lebih bagus... ^^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...