Blogger templates

Pages

15 August 2012

No More 'Friendzoned', It's a 'Lovezoned' !! | Our Story is Being Started


http://www.timesavers.com/images/home_photo.gif
Sebuah cerita di waktu yang lalu. Tak semua bagian cerita ini adalah kebenaran. Namun, kupastikan bahwa cerita ini adalah salah satu kepingan puzzle perjalanan hidupku. Sebuah cerita yang menjadi awal kisah kita....

http://flipme.com/flipme-blog/wp-content/uploads/2011/12/friend-zone.jpg

No More 'Friendzoned', It's a 'Lovezoned' !!

Menyedihkan. Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan keadaanku saat ini. Mia, pujaan hatiku dengan begitu dingin telah meninggalkanku. Tiga jam sebelumnya, aku, dengan mata kepalaku memergoki Mia sedang bermesraan dengan Joe, orang yang Mia sebut sebagai sahabatnya. Dan setelah melalui pembicaraan panjang, ternyata Mia lebih memilih Joe. Padahal sudah 1 tahun aku dan Mia berpacaran. Dan aku berencana melamar Mia setelah lulus kuliah nanti. Tapi, apa daya, rencana manusia tak selalu sejalan dengan rencana Tuhan.
Malam ini aku menghabiskan waktu hanya untuk merenung di kamar. Laptopku masih terbuka, komplit dengan program-program yang belum di-close. Di samping laptop, terdapat beberapa buku dan diktat yang seharusnya dikerjakan untuk tugas akhir semester. Tapi entah kenapa, aku kehilangan semangat yang selama ini selalu berapi-api. Kurebahkan tubuhku, dalam hati aku masih belum bisa menerima kenyataan bahwa Mia sudah bukan milikku lagi. Dadaku penuh sesak. Pedih.
Tiba-tiba ponselku bordering. Ada sebuah SMS masuk. Dari Mia! Dalam hati, aku berteriak ada sedikit harapan. Dengan jantung berdegup kencang, aku membuka SMS tersebut.
Text Box: “Hi Ryan, maaf atas kejadian siang tadi. Aku sama sekali tak bermaksud menyakitimu. Tapi, aku tak mungkin berbohong selamanya. Aku harus pergi darimu. Aku tak ingin menyakitimu. Maafkan aku.”
Jlebb! Harapan itu mendadak sirna. Dadaku semakin bertambah sesak merasakan semua ini. SMS itu tak ku gubris. Putus asa, aku memilih untuk tidur.
***
Hampir 3 minggu, aku kehilangan semangat untuk mengerjakan tugas-tugas kuliahku. Aku terlalu sering merenung. Sesekali setelah sholat, aku berdoa. mengharap kepada Yang Kuasa berkenan memberikan secuil kekuatan-Nya agar aku dapat segera bangkit dari keterpurukan yang seharusnya tak perlu ini. Dan perlahan, aku mulai bisa mengubah kebiasaan-kebiasaan bodohku. Mengusir kegalauanku.
Hari Kamis, ada kelas pagi. Setelah selesai bersiap-siap, aku segera bergegas berangkat ke kampus. Sesampainya di kampus, aku segera masuk ruang kuliah dan duduk. Kukeluarkan sebuah buku dan mulai menyelesaikan tugas yang semalam terbengkalai.
Kelas terakhir untuk hari ini sudah selesai, diikuti tugas dari dosen untuk mencari artikel di internet. Terpaksa, aku harus tetap di kampus untuk mendapatkan akses internet. Pulsa modemku kosong. Hingga sore hari, akhirnya aku berhasil mendapatkan beberapa bahan yang bisa dipakai untuk mengerjakan tugas tersebut. Sebelum offline, iseng-iseng aku menyempatkan diri membuka e-mail. Penuh dengan pesan notifikasi facebook. Dan, mataku menangkap sesuatu yang tak biasa, ada sebuah e-mail masuk di inbox-nya. 35 menit yang lalu. Ternyata dari Lina, sahabat masa SMA-ku dulu. Sebenarnya, semenjak Lina pindah ke luar kota kami masih sering berkirim e-mail. Namun semenjak aku berpacaran dengan Mia, aktivitas itu terhenti. Baru kali ini Lina mengirim e-mail lagi.
Text Box: Hi Ryan, masih inget aku kan? Hehe. Apa kabar? Aku pengen crita banyak sama kamu, temu kangen gitu lah. Kapan ya kita bisa ketemu?
Lina
Tapi karena sudah terlalu sore dan matahari sebentar lagi terbenam, aku tak sempat membalas e-mail Lina. Aku bergegas pulang. Sesampainya di kamar, aku segera meraih ponsel. Aku mencari nomor Lina di daftar kontak ponselku. Dan ternyata ada. Segera kukirim sebuah SMS ke Lina, tapi menggunakan nomor baru yang baru ku beli beberapa hari yang lalu.
Text Box: Hi Lin. Maaf aku belum sempat balas e-mail kamu. Oiya, kok tumben sih ngirim e-mail lagi? Kangen ya.. hehe
Ryan
Sent!
Tak sampai 2 menit, Lina langsung membalas.
Text Box: Hehe. Iya nih, aku pengen crita-crita banyak. Pengen curhat kayak dulu.
Aku hanya tersenyum membaca SMS tersebut. Memang ketika masih duduk di bangku SMA, pertemananku dan Lina terbilang dekat. Sudah seperti orang pacaran. Tapi kami berdua sepakat hanya ingin berteman saja. Sampai akhirnya Lina harus pindah dan kami pun hanya berkomunikasi via e-mail.
Text Box: Pengen crita apaan Lin? Kok kayaknya sesuatu banget? hihiSent!
Text Box: Aku lagi patah hati nih Ry, biasanya dulu kan kamu sering kasih aku solusi kalo aku lagi ada masalah. Gimana nih obatnya? huhu
Ry? Cara manggil Lina masih sama seperti dulu. Meski terdengar agak aneh, tapi jujur menyukainya.
Text Box: Haduh Lin, aku juga lagi patah hati nih. Masa orang patah hati minta solusi ke orang yg patah hati juga? Kan gak lucu jadinya.. T.TSent!
Text Box: Hmmm.. ngikut2 aja sih.. yaudah, kalo gtu kita ketemuan aja yuk, ngobrol2. Kayak dlu. Kangen nih Ry.. mumpung aku lagi libur
Berpikir sejenak, lalu kemudian kuputuskan untuk bertemu Lina besok minggu.
Text Box: Minggu aja gimana? Di taman, di kursi bawah pohon. Jam 10. OK? Sent!
Text Box: Hehe.. inget aja sama base camp kita. Ok Ry, sampe ketemu ya.. J
Text Box: Sipp.. JSent!
Kuhempaskan tubuhku ke kasur. Perlahan, ingatanku melayang ke masa SMA saat masih sering pergi berdua bersama Lina. Ya, memang seperti orang pacaran. Tapi, karena sepakat hanya friendzoned, kami pun sebatas berteman, tidak lebih. Tanpa sadar pun, kantuk mulai menyerangku. Aku terlelap.
***
HARI MINGGU
Hari ini pun tiba. Aku sudah siap untuk menemui Lina di tempat yang sudah kami sepakati. Karena tempatnya dekat, aku memutuskan untuk berjalan kaki. Sesampainya di taman, aku sedikit kaget melihat sudah ada sesosok cewek yang duduk di tempat duduk itu. Awalnya aku ragu untuk mendekat, tapi perlahan kuberanikan untuk melangkah. Ketika tinggal berjarak beberapa langkah, tiba-tiba cewek itu menoleh. Dengan senyum yang begitu sangat-sangat ku kenal, cewek itu menyapa.
“Hai.”
“Li.. Lina?” Aku masih belum percaya.
“Idih, nggak usah kaget gitu Ry. Buruan duduk sini.” Kata cewek yang mengaku Lina itu.
“Tapi.. Kok.. Lin.. Kamu..” Bicaraku masih tergagap.
“Dasar jelek, buruan duduk.” Kata Lina sambil menarik tubuhku kemudian mendudukkanku di kursi.
“Aku kira kamu orang lain Lin. Semenjak kamu pindah dulu, pas kita masih SMA, kamu beda banget.” Kataku.
“Maksudnya?” Tanya Lina.
“Kamu tambah cantik.”
Lina terdiam. Dia tersenyum kecil. Aku tak berani memandang Lina, aku tertunduk malu. Hanya sesekali aku melirik ke arah Lina. Memang benar. Dia benar-benar berubah, dari Lina yang sangat tidak peduli dengan penampilan. Sekarang menjadi sosok cewek yang sangat cantik.
“Lin.”
“Eh, iya Ry. Ada apa?”
“Katanya pengen crita, kok malah diem aja?” Tanyaku untuk membuka obrolan.
“Oiya, aku sampe lupa. Maaf hehe.” Lina kemudian bercerita panjang tentang perjalanan cintanya. Sesekali dia terdiam. Bisa kulihat ada bulir air mata yang tertahan di ujung matanya. Tapi seoah enggan untuk jatuh. Karena aku menghargai Lina, aku tak sampai hati menyela ceritanya. Kubiarkan ceritanya selesai terlebih dahulu.
“Gitu Ry. Aku masih nggak bisa nerima sikap dia.” Kata Lina mengakhiri ceritanya. Aku hanya tersenyum.
“Kok malah senyum sih? Hiihh.” Kata Lina sambil mencubit pipiku. Wah, ternyata cubitannya masih sama, sakit minta ampun!
“Ampun Liinaaa.”
“Makanya jangan senyum gitu. Kasih tanggapan dong.”
“Like.” Aku pun memberikan jempol. Lina menoleh ke arahku, tangannya mencubit pipiku lagi.
“Awwww! Kok kena cubit lagi?” kataku memprotes.
“Emang status facebook di-like.”
“Hehe. Maaf, gini nih ya.” Aku pun menyampaikan tanggapanku. Tidak banyak, tapi membuat Lina terdiam. Aku pun ikut diam. Raut wajah Lina berubah murung.
“Kamu sendiri, gimana Ry?” Tanya Lina tiba-tiba.
“Eh, maksudnya?”
“Kenapa kamu sampai bisa patah hati, Ryaann?” Tanya Lina. Aku pun segera menceritakannya. Cukup detail, sampai beberapa kali Lina mengernyitkan dahinya pertanda ada yang membuatnya bertanya-tanya.
“Gitu Lin. Sakit banget deh, nyesek luar dalem.” Kataku.
Lina hanya tersenyum. Tapi entah kenapa, senyuman itu sanggup menenangkan hatiku. Kurasakan, tangan Lina menggenggam tanganku. Erat, begitu hangat.
“Sabarnya Ry. Ini ujian Tuhan buat kita. Kita pasti bisa terlepas dari rasa sakit ini.” Kata Lina.
“Siap kapten! Oiya, kamu ke sini sama siapa?”
“Kamu liat orang lain nggak?” aku clingukan, tapi tak menemukan orang lain.
“Sendirian?” tanyaku. Lina hanya mengangguk sambil tersenyum. Aduh, senyumannya membuatku nyaris melompat terbang.
“Nanti abis ini, mau ke mana? Masa pulang ke rumah?”
“Enggak Ry, aku nanti pulang ke rumah nenek. Besok pagi baru pulang.”
Aku terdiam. Di dalam hatiku, ada gejolak perasaan aneh yang sulit untuk kupahami. Senyum dan tatapan mata Lina. Hangat genggaman tangannya. Perlahan, aku menatap wajah cantik Lina. Meski semburat raut kepedihan masih terlihat, keteduhan dan keindahan wajah itu sama sekali tak sirna. Bahkan begitu cantik.
“Lin.” “Ry.” Tiba-tiba kami berbarengan menyapa satu sama lain. Tawa pun meledak. Tak berapa lama, kami kembali diam.
“Ada apa Ry?” Tanya Lina.
“Kamu dulu deh Lin, lady’s first. Hehe.” Jawabku mengelak.
“Huuu. Di mana-mana tu cowok di depan. Mau aku cubit lagi nih?” ancam Lina. Waduh, karena ancaman dicubit, aku pun mengalah.
“Lin, apa kita sekarang masih friendzoned? Hanya bisa berteman?” Tanyaku langsung. Lina tak langsung menjawab. Kulihat dia menarik nafas panjang. Aku hanya berharap, jika pertanyaanku tak menyinggung perasaannya.
“Ry.”
“Iya Lin.”
“Pertanyaan kamu, persis dengan apa yang ada di benakku. Batas ini, apakah kita masih harus membatasi ‘kita’ dengan hubungan pertemanan ini?” mata Lina menatap langit, terlihat sebentuk senyum.
“Maksudnya Lin?”
“Aku pengin kita tak sebatas teman atau sahabat Ry. Tapi lebih. Lama aku ingin ungkapkan, tapi aku tak sanggup. Aku sayang kamu Ryan. Bukan sebagai sahabat, tapi rasa sayang seorang perempuan kepada laki-laki. Rasa cinta.” Genggaman tangan Lina semakin erat. Perasaanku semakin tak jelas alurnya. Berputar-putar, terbawa ombak perasaan.
Perlahan, aku berdiri. Tanganku kubiarkan masih berada di genggaman Lina. Kutuntun Lina untuk berdiri. Kami berdiri berhadapan. Kepala kami masih tertunduk. Kedua tangan kami saling menggenggam.
“Lina..” panggilku sambil menatap matanya.
“Ada apa Ryan?” jawab Lina lirih. Lirih penuh pengharapan.
Aku tak kuasa menahan perasaanku. Tak mampu menahannya. Kupeluk erat tubuh Lina. Tangan Lina juga memelukku erat. Saat itu juga, kubisikkan ke telingan Lina.
“Aku juga merasakannya. Perasaan yang melebihi batas yang pernah kita buat. Rasa cinta. Aku mencintaimu Lina..” bisikan lirih, yang datang dari dasar hati dan jiwa.
Hati kami bertaut. Batasan itu perlahan buyar. Perasaan kami lebih kuat. Sekuat ikatan yang dulu sempat terlepas dan kehilangan utasnya. Dan akhirnya kini bertemu kembali. Terikat kembali. Begitu kuat, lebih kuat dari sebelumnya. Ikatan segenap perasaan yang kami yakini, akan mampu membawa kami pada bahagia. Dan mampu bertahan hingga akhir waktu...
---


A story about a 'start'. A story about true bound. A story about Us!

 27 A 03 E 12



0 comments:

Post a Comment

Abis baca artikelnya, kasih komentar ya.. Supaya artikel selanjutnya bisa lebih bagus... ^^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...