Blogger templates

Pages

30 August 2012

Tentang Hati | Bagian 1

Alhamdulillah, bisa nulis cerpen lagi. Sebuah berkah dibalik rusaknya hape dan terputusnya semua bentuk komunikasi dari dunia luar.. #lebaydikit
Yuk deh, langsung capcus. Kali ini ane bagi 2 part, soalnya rada panjang... hehe
Ini yang bagian pertama. Bersambung gituu... hohohoho

Selamat membaca... ^^


Vio masih berbaring di tempat tidurnya. Hatinya sedang berbunga-bunga karena hari ini dia akan bertemu dengan kekasih hatinya, Rama. Kurang lebih dua minggu yang lalu mereka jadian. Mereka jadian lewat sms karena memang mereka tinggal di kota yang berbeda dan berjarak agak jauh. Dan kebetulan, hari ini Rama sedang berada di kota tempat tinggal Vio untuk keperluan studinya sehingga mereka bisa bertemu. Mereka bertemu agak pagi karena Vio harus berangkat bekerja.
Perlahan Vio bangkit dari tempat tidurnya, menuju kamar mandi untuk mandi. Selesai mandi, Vio sibuk menata diri agar terlihat cantik saat bertemu Rama nanti. Setelah selesai, dia menatap cermin di depannya. Vio pun tersenyum.
Setelah sarapan dan pamit pada kedua orang tuanya, Vio pun berangkat. Sepanjang jalan, Vio melamunkan wajah Rama. Maklum lah, mereka dua minggu jadian dan baru kali ini akan bertemu. Sesampainya di depan taman, Vio berjalan masuk. Matanya langsung terpaku pada sosok yang sedang duduk sendiri bangku taman. Rama! Vio pun segera berlari menemuinya.
“Rama, udah lama nunggu?” sapa Vio sambil tersenyum.
“Belum. Aku baru aja nyampe, terus duduk di sini.” Jawab Rama kemudian berdiri.
“Jalan-jalan dulu yuk.” Ajak Rama.
Tanpa mengucapkan apapun, Vio mengangguk kemudian menggandeng tangan Rama. Mereka berjalan mengelilingi taman. Sepanjang jalan, mereka banyak ngobrol dan bercanda sehingga tak jarang tawa mengiringi obrolan mereka.
Tak terasa, jam sudah menunjukkan pukul 10.00. Waktunya mengakhiri pertemuan karena Vio harus berangkat kerja.
“Rama, udah jam 10” kata Vio sambil cemberut.
“Ih, Vio jelek tau kalo lagi cemberut gitu.” Kata Rama bercanda sambil mencubit pipi Vio.
“Ah. Kan masih pengen sama Rama.”
“Kita masih bisa ketemu lain waktu Vio sayang. Sekarang kamu berangkat gih, udah siang lho. Aku juga mau ke laboratorium dulu ambil sampel penelitianku.”
“Iya iya Rama sayang. Ya udah, aku berangkat dulu ya.” Sebuah kecupan lembut mendarat di pipi Rama. Vio pun bergegas pergi. Diikuti senyuman Rama yang juga perlahan berlalu dari tempat itu.

***

Hari-hari berganti, minggu-minggu berlalu, dan bulan-bulan berjalan begitu cepat. Rama dan Vio, meski jarang bertemu tapi mereka selalu mengusahakan agar komunikasi mereka tidak terputus. Begitu sering mereka saling berkirim sms, telpon, serta memanfaatkan facebook dan twitter untuk bertukar kata sayang dan rindu. Namun karena permintaan Vio, komunikasi lewat jejaring sosial itu mereka salurkan hanya lewat inbox dan direct messages. Rama pun penasaran, kenapa harus disembunyikan?
“Vio, kenapa cuma lewat inbox sama DM? Kok gak boleh comment atau mention?” Tanya Rama pada suatu kesempatan saat mereka bertemu.
“Aku gak pengen temen-temen kerja pada tau sayang. Mereka itu suka tanya-tanya gak penting. Trus suka bikin gosip nyebelin. Tolong kamu ngerti ya.” Jawab Vio.
“Iya sayang. Tapi bukan karena kamu malu pacaran sama aku kan?” tanya Rama lirih.
Vio tak menjawab. Dia hanya tersenyum, kemudian mengecup pipi Rama dengan lembut. Rama hanya terdiam. Namun raut wajahnya menggambarkan sedikit kekecewaan. Vio mengetahuinya.
“Rama, aku sayang sama kamu dan aku serius sama kamu. Aku percaya, kamu pasti ngertiin aku.” Kata Vio. Mendengar kata-kata Vio, Rama pun tersenyum, kemudian mencubit pipi Vio.
“Aduh. Rama, jangan dicubit dong. Sakit.”kata Vio protes.
“Trus diapain?” tanya Rama menggoda.
“Dicium.” Jawab Vio sambil tersenyum malu.
Rama pun menarik tubuh Vio sehingga tubuh mereka begitu dekat. Rama pun mencium Vio dengan mesra. Kemudian membisikkan sesuatu ke telinga Vio.
“Vio, segera setelah aku lulus, aku akan melamarmu.” Bisik Rama. Mendengar bisikan Rama itu, Vio tak mampu berucap apa-apa. Segera dia peluk erat Rama. Vio tersenyum bahagia, air mata pun meleleh dari matanya. Sebuah janji yang telah terucap. Sebuah kata yang begitu ditunggu-tunggu oleh Vio.
***

Tak terasa hampir satu tahun hubungan Rama dan Vio. Selama satu tahun itu pula berbagai hal telah mewarnai hubungan mereka. Bahagia, sedih, cemburu, kecewa, dan banyak hal telah mereka lewati. Dan waktu kelulusan Rama pun hampir tiba. 3 bulan lagi. Rama sibuk mengerjakan skripsinya yang sudah harus selesai. Beberapa kali Rama hampir menyerah di tengah jalan karena begitu sulit. Namun Vio selalu memberinya semangat dan motivasi agar Rama tak menyerah dan terus mengerjakan skripsinya agar segera rampung dan segera lulus.
Pada suatu malam, selepas Vio pulang kerja, dia merebahkan diri di tempat tidurnya. Dia baru ingat kalau sms dari Rama siang tadi belum dia balas karena masih sibuk bekerja. Segera dia cek handphone-nya. Ada 2 panggilan tak terjawab dan semuanya dari Rama. Vio pun merasa bersalah. Segera dia menelpon Rama. Tak lama, Rama pun mengangkat telpon itu.
“Halo Vio.”
“Rama, maaf ya. Smsnya belum kubalas. Tadi di kantor sibuk banget.” Kata Vio meminta maaf.
“Iya sayang, aku tahu kok. Udah gak papa.” Kata Rama menenangkan.
“Makasih ya sayang udah mau ngerti. Gimana skripsinya? Lancar?” Vio membuka obrolan.
“Bentar lagi selesai kok sayang. Tinggal di-edit beberapa aja trus dicetak. Besok diajuin ke pembimbing.” Jawab Rama.
“Syukur deh kalo gitu. Eh, Rama, aku mandi dulu ya. Nanti ku telpon lagi.” Kata Vio.
“Iya Vio sayang.” Vio kemudian menutup telponnya. Vio lega karena ternyata Rama tak marah dan mau mengerti. Vio pun bergegas mandi.
Selesai mandi dan ganti baju, Vio turun ke ruang makan untuk makan malam. Dia lupa membawa handphone-nya sehingga sms dari Rama lupa dia balas. Setelah makan, Vio baru sadar kalau handphone-nya masih di kamarnya. Lagi-lagi sms dan panggilan dari Rama yang dia lewatkan. Vio pun menelpon Rama kembali. Agak lama, baru kemudian diangkat oleh Rama.
“Halo.” Kata Rama.
“Rama, maaf lupa bales sms kamu lagi. Tadi lagi makan, handphone-ku ketinggalan di kamar.” Kata Vio meminta maaf.
“Iya.” Jawab Rama singkat. Mendengar jawaban singkat dari Rama, Vio justru balik marah. Dia merasa Rama tidak bisa mengerti. Vio pun menutup telponnya. Sms dari Rama tidak dia gubris. Vio bergegas kembali ke kamarnya dan tidur.

***

Keesokan harinya baru sms dari Rama dia buka. Isinya permintaan maaf. Dalam hati, Vio masih jengkel tapi dia tidak tega dan kemudian membalas sms itu.

Iya Rama, gak papa, aku tau. Tadi malem, aku yang salah. Tapi tolong kamu juga ngerti ya, semalem aku capek banget. Aku pulang kerja tu sore bahkan malem. Jadi aku harap kamu bisa ngerti..

Sejak kejadian itu, Vio menjadi semakin sibuk dan jarang merespon sms, telpon, dan semua pesan dari Rama di jejaring sosial. Beberapa kali Rama mengirim sms yang benama protes, namun justru Vio marah karena merasa Rama berubah. Ajakan Rama untuk bertemu pun selalu dia tolak. Hal itu terjadi berulang kali, hampir 3 minggu. Vio berpikir seharusnya Rama bisa mengerti dengan kondisinya dan tidak terlalu berlebihan meminta perhatian darinya.
Sampai kemudain pada suatu malam, Vio sama sekali tak membalas bahkan membuka semua sms Rama dan tak menjawab telpon dari Rama sejak sore hari. Dia sudah sangat jengkel dan ingin memberikan pelajaran pada Rama.
Keesokan harinya, Vio membuka satu persatu sms dari Rama. Total ada 12 sms dan kebanyakan isinya menanyakan kabar Vio. Dan sms terakhir pun membuat Vio terhenyak, hatinya tertusuk rasa sesal, dan hampir saja dia menangis.
Vio. Semoga kamu dlm keadaan baik. Maaf jika aku cuma ganggu kamu dengan sms2 yg gak penting. Awalnya aku mikir, apakah sikapku berlebihan sampai kamu acuhkan aku? Tapi kemudian aku sadar, karena sikapku selama ini, aku memang pantas diacuhkan. Aku yang salah. Mulai saat ini, aku janji gak akan sms kalo gak ada hal penting. Semoga pekerjaanmu & semua yg sedang kamu lakukan lancar & baik2 saja..
Vio pun tak mampu lagi membendung air matanya. Dia merasa bersalah karena terlalu sibuk memikirkan dirinya dan pekerjaannya hingga tanpa sadar telah mengacuhkan semua perhatian yang dicurahkan oleh Rama. Segera setelah itu Vio mencoba menelpon Rama, namun ternyata nomor telpon Rama sudah tidak aktif. Dia coba mengecek jejaring sosial. Akun facebook Rama sudah tidak aktif, akun twitter pun sudah dihapus. Tinggal blog Rama yang masih online. Di blog itu, Vio lagi-lagi membaca sebuah posting artikel yang isinya penyesalan atas semua sikap Rama yang mengganggu Vio selama ini. Hati Vio semakin sakit tertusuk oleh rasa penyesalan dalam dirinya. Dihempaskannya tubuhnya ke tempat tidur. Karena kelelahan, dia pun tertidur.
Keesokan harinya, Vio mengecek handphone-nya. Biasanya tiap pagi ada sms dari Rama yang selalu menanyakan kabarnya dan memberikan satu kata : semangat! Diiringi emoticon senyum. Ada banyak sms, namun tak ada satupun yang berasal dari Rama. Hati Vio tak tenang. Dia coba menelpon dan kali ini tersambung! Agak lama, tapi kemudian diangkat. Jantung Vio berdegup kencang.
“Halo.” Terdengar suara Rama.
“Ra..Rama.” suara Vio terbata-bata.
“Iya Vio sayang, ada apa?” tanya Rama lembut. Mendengar suara Rama yang begitu halus itu, hati Vio menjadi tenang karena ternyata Rama masih bersikap baik padanya.
“Gak papa Rama sayang, aku mau minta maaf soal sikapku kemarin. Aku sama sekali gak bermaksud mengacuhkan kamu. Maaf.” Kata Vio dengan nada menyesal.
“Iya sayang, gak papa. Aku sekarang udah bisa ngerti keadaan kamu kok. Tuntutan pekerjaan kamu, aktivitas kamu. Jadi aku gak akan bersikap seperti kemarin yang terlalu menuntut kamu. Maafin aku juga ya, udah bersikap seperti itu.” Jawab Rama lembut.
“Iya sayang. Ya udah, aku mau siap-siap berangkat kerja. Nanti lagi ya.” Kata Vio. Tanpa menunggu jawaban dari Rama, Vio langsung menutup telponnya. Suatu kebiasaan yang kini seolah menjadi bumerang untuk Vio. Dia merasa tak enak pada Rama atas sikap acuhnya selama ini.
Di kantor, Vio tetap bekerja seperti biasa. Dan kebetulan memang agak sibuk sehingga dia lupa kalau ingin mengirim sms ke Rama. Sore hari setelah pekerjaannya selesai, barulah Vio ingat pada Rama. Dia berpikir, ah pasti Rama sudah mengirim banyak sms seperti biasanya. Namun ternyata sama sekali tidak. 15 pesan yang ada di inbox Vio tak satupun ada nama Rama. Padahal biasanya Rama pasti mengirim banyak sekali sms yang akan Vio anggap sebagai ‘gangguan ketika bekerja’. Dan kini, Vio merindukan ‘gangguan ketika bekerja’ itu.
Kemudian Vio berinisiatif untuk mengirim pesan sms ke nomor Rama. Sampai beberapa hari, Rama tak kunjung membalas pesan itu. Ditelpon tak juga diangkat. Vio mulai khawatir. Dia pun berniat besok minggu akan mendatangi rumah Rama. Meskipun belum pernah, tapi Rama pernah memberikan alamat rumahnya pada Vio.

***
Hari minggu, Vio pun bergegas berangkat ke rumah Rama. Sesampainya di depan rumah Rama, Vio merasa heran karena rumah Rama begitu sepi. Dia pun bertanya pada penjaga warung di depan rumah Rama.
“Permisi bu, itu benar rumahnya mas Rama kan?” tanya Vio sambil menunjuk rumah Rama.
“Benar mbak. Tapi sudah dua minggu ini rumah itu sepi, cuma ada adiknya. Bapak atau ibunya mas Rama pulang dua kali cuma ngambil baju terus balik lagi ke rumah sakit.” Terang ibu penjaga warung.
“Rumah sakit? Yang sakit siapa bu?” tanya Vio penasaran.
“Mas Rama mbak yang sakit. Sudah 5 minggu ini di rumah sakit.” Jawab ibu penjaga warung.
“Sakit apa ya bu?” tanya Vio lagi. Hati Vio pun serasa sudah akan goyah.
“Kalo kata bapaknya mas Rama sih, penyakit di hati mas Rama kambuh lagi.”
Saat sedang berbicara dengan ibu penjaga warung, tiba-tiba ada seorang perempuan yang datang menghampiri Vio dan ibu penjaga warung.
“Bu Inah, om tadi pesan kalau sampai malam om gak pulang lagi, tolong si Zul diajak ke rumah Bu Inah ya. Saya mau balik ke rumah sakit lagi.” Kata perempuan itu yang ternyata adalah sepupu Rama.
“Iya mbak. Mbak Tria, ini ada yang nyariin mas Rama, katanya temennya.” Kata Bu Inah sambil menunjuk Vio.
“Siapa ya?” tanya mbak Tria.
“Saya Vio mbak. Saya boleh ikut ke rumah sakit?” kata Vio lirih.
“Oh, jadi kamu yang namanya Vio. Yuk, mbak juga pengen ngobrol sama kamu.” Jawab mbak Tria.
“Iya mbak.”
Selama perjalanan, mbak Tria banyak bercerita pada Vio bagaimana Rama begitu memuji Vio. Mendengar semua cerita itu, Vio hanya tersenyum. Dia tak menyangka kalau Rama begitu memuji dirinya.
“Oiya, si Rama juga pernah cerita ke mbak, katanya setelah lulus nanti dia mau ngajak om buat ngelamar kamu. Dia semangat banget ngerjakan skripsinya sampai lupa jaga kesehatannya. Akhirnya, dia malah jatuh sakit.”
“Mbak, memang Rama sakit apa sih mbak?” tanya Vio penasaran.
“Memang dia gak pernah cerita?” mbak Tria balik bertanya. Vio menggelengkan kepala.
“Dasar Rama. Kebiasaaan deh gak mau bikin orang lain khawatir akhirnya malah jadi gini.” Kata mbak Tria. Terlihat bulir air mata menetes dari sudut matanya.
“Kenapa mbak?” tanya Vio lagi. Hati Vio makin tak karuan melihat semua kondisi di sekitarnya saat ini.
“Dulu waktu kecil Rama pernah kena hepatitis, tapi setelah dirawat bisa sembuh. Dokternya pesan supaya Rama gak boleh terlalu kelelahan. Tapi karena terlalu semangat ngerjakan skripsinya, dia sampai lupa istirahat sampai kelelahan, dan kemudian pingsan. Setelah dibawa ke rumah sakit dan diperiksa, dokternya bilang kalau virus yang ada di hati Rama muncul lagi, dan malah lebih ganas..” kata-kata mbak Tria terhenti.
“Rama kena hepatitis lagi mbak?” tanya Vio.
“Kanker.” Kata mbak Tria singkat kemudian menangis. Vio pun tak kuasa lagi membendung air matanya. Dia menangis mengetahui semua kenyataan pahit ini dengan begitu tiba-tiba. Hatinya semakin pedih karena kembali tertusuk duri sesal. Yang saat ini dia inginkan hanyalah dapat bertemu dengan Rama lagi...

To be continued...
 
Bersambung ke bagian 2 yang akan hadir sesaat lagi....... Ditunggu ya.. ^^
Boleh lho, kasih komentar supaya bagian ke-2 nya nanti bisa lebih bagus. Boleh juga kasih saran, enaknya dibikin happy ending atawa sad ending.... oret??

0 comments:

Post a Comment

Abis baca artikelnya, kasih komentar ya.. Supaya artikel selanjutnya bisa lebih bagus... ^^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...