Alhamdulillah,   bisa nulis cerpen lagi. Sebuah berkah dibalik rusaknya hape dan   terputusnya semua bentuk komunikasi dari dunia luar.. #lebaydikit
Yuk deh, langsung capcus. Kali ini ane bagi 2 part, soalnya rada panjang... hehe
Ini yang bagian pertama. Bersambung gituu... hohohoho
Selamat membaca... ^^

Vio masih berbaring di tempat tidurnya. Hatinya sedang berbunga-bunga karena hari ini dia akan bertemu dengan kekasih hatinya, Rama. Kurang lebih dua minggu yang lalu mereka jadian. Mereka jadian lewat sms karena memang mereka tinggal di kota yang berbeda dan berjarak agak jauh. Dan kebetulan, hari ini Rama sedang berada di kota tempat tinggal Vio untuk keperluan studinya sehingga mereka bisa bertemu. Mereka bertemu agak pagi karena Vio harus berangkat bekerja.
Perlahan  Vio bangkit dari tempat tidurnya, menuju kamar mandi untuk mandi.  Selesai mandi, Vio sibuk menata diri agar terlihat cantik saat bertemu  Rama nanti. Setelah selesai, dia menatap cermin di depannya. Vio pun  tersenyum.
Setelah  sarapan dan pamit pada kedua orang tuanya, Vio pun berangkat. Sepanjang  jalan, Vio melamunkan wajah Rama. Maklum lah, mereka dua minggu jadian  dan baru kali ini akan bertemu. Sesampainya di depan taman, Vio berjalan  masuk. Matanya langsung terpaku pada sosok yang sedang duduk sendiri  bangku taman. Rama! Vio pun segera berlari menemuinya.
“Rama, udah lama nunggu?” sapa Vio sambil tersenyum.
“Belum. Aku baru aja nyampe, terus duduk di sini.” Jawab Rama kemudian berdiri.
“Jalan-jalan dulu yuk.” Ajak Rama.
Tanpa  mengucapkan apapun, Vio mengangguk kemudian menggandeng tangan Rama.  Mereka berjalan mengelilingi taman. Sepanjang jalan, mereka banyak  ngobrol dan bercanda sehingga tak jarang tawa mengiringi obrolan mereka.
Tak terasa, jam sudah menunjukkan pukul 10.00. Waktunya mengakhiri pertemuan karena Vio harus berangkat kerja.
“Rama, udah jam 10” kata Vio sambil cemberut.
“Ih, Vio jelek tau kalo lagi cemberut gitu.” Kata Rama bercanda sambil mencubit pipi Vio.
“Ah. Kan masih pengen sama Rama.”
“Kita  masih bisa ketemu lain waktu Vio sayang. Sekarang kamu berangkat gih,  udah siang lho. Aku juga mau ke laboratorium dulu ambil sampel  penelitianku.”
“Iya  iya Rama sayang. Ya udah, aku berangkat dulu ya.” Sebuah kecupan lembut  mendarat di pipi Rama. Vio pun bergegas pergi. Diikuti senyuman Rama  yang juga perlahan berlalu dari tempat itu.
***
Hari-hari  berganti, minggu-minggu berlalu, dan bulan-bulan berjalan begitu cepat.  Rama dan Vio, meski jarang bertemu tapi mereka selalu mengusahakan agar  komunikasi mereka tidak terputus. Begitu sering mereka saling berkirim  sms, telpon, serta memanfaatkan facebook dan twitter untuk bertukar kata  sayang dan rindu. Namun karena permintaan Vio, komunikasi lewat  jejaring sosial itu mereka salurkan hanya lewat inbox dan direct  messages. Rama pun penasaran, kenapa harus disembunyikan?
“Vio, kenapa cuma lewat inbox sama DM? Kok gak boleh comment atau mention?” Tanya Rama pada suatu kesempatan saat mereka bertemu.
“Aku  gak pengen temen-temen kerja pada tau sayang. Mereka itu suka  tanya-tanya gak penting. Trus suka bikin gosip nyebelin. Tolong kamu  ngerti ya.” Jawab Vio.
“Iya sayang. Tapi bukan karena kamu malu pacaran sama aku kan?” tanya Rama lirih.
Vio  tak menjawab. Dia hanya tersenyum, kemudian mengecup pipi Rama dengan  lembut. Rama hanya terdiam. Namun raut wajahnya menggambarkan sedikit  kekecewaan. Vio mengetahuinya.
“Rama,  aku sayang sama kamu dan aku serius sama kamu. Aku percaya, kamu pasti  ngertiin aku.” Kata Vio. Mendengar kata-kata Vio, Rama pun tersenyum,  kemudian mencubit pipi Vio.
“Aduh. Rama, jangan dicubit dong. Sakit.”kata Vio protes.
“Trus diapain?” tanya Rama menggoda.
“Dicium.” Jawab Vio sambil tersenyum malu.
Rama  pun menarik tubuh Vio sehingga tubuh mereka begitu dekat. Rama pun  mencium Vio dengan mesra. Kemudian membisikkan sesuatu ke telinga Vio.
“Vio,  segera setelah aku lulus, aku akan melamarmu.” Bisik Rama. Mendengar  bisikan Rama itu, Vio tak mampu berucap apa-apa. Segera dia peluk erat  Rama. Vio tersenyum bahagia, air mata pun meleleh dari matanya. Sebuah  janji yang telah terucap. Sebuah kata yang begitu ditunggu-tunggu oleh  Vio.
***
Tak  terasa hampir satu tahun hubungan Rama dan Vio. Selama satu tahun itu  pula berbagai hal telah mewarnai hubungan mereka. Bahagia, sedih,  cemburu, kecewa, dan banyak hal telah mereka lewati. Dan waktu kelulusan  Rama pun hampir tiba. 3 bulan lagi. Rama sibuk mengerjakan skripsinya  yang sudah harus selesai. Beberapa kali Rama hampir menyerah di tengah  jalan karena begitu sulit. Namun Vio selalu memberinya semangat dan  motivasi agar Rama tak menyerah dan terus mengerjakan skripsinya agar  segera rampung dan segera lulus.
Pada  suatu malam, selepas Vio pulang kerja, dia merebahkan diri di tempat  tidurnya. Dia baru ingat kalau sms dari Rama siang tadi belum dia balas  karena masih sibuk bekerja. Segera dia cek handphone-nya. Ada 2  panggilan tak terjawab dan semuanya dari Rama. Vio pun merasa bersalah.  Segera dia menelpon Rama. Tak lama, Rama pun mengangkat telpon itu.
“Halo Vio.”
“Rama, maaf ya. Smsnya belum kubalas. Tadi di kantor sibuk banget.” Kata Vio meminta maaf.
“Iya sayang, aku tahu kok. Udah gak papa.” Kata Rama menenangkan.
“Makasih ya sayang udah mau ngerti. Gimana skripsinya? Lancar?” Vio membuka obrolan.
“Bentar lagi selesai kok sayang. Tinggal di-edit beberapa aja trus dicetak. Besok diajuin ke pembimbing.” Jawab Rama.
“Syukur deh kalo gitu. Eh, Rama, aku mandi dulu ya. Nanti ku telpon lagi.” Kata Vio.
“Iya  Vio sayang.” Vio kemudian menutup telponnya. Vio lega karena ternyata  Rama tak marah dan mau mengerti. Vio pun bergegas mandi.
Selesai  mandi dan ganti baju, Vio turun ke ruang makan untuk makan malam. Dia  lupa membawa handphone-nya sehingga sms dari Rama lupa dia balas.  Setelah makan, Vio baru sadar kalau handphone-nya masih di kamarnya.  Lagi-lagi sms dan panggilan dari Rama yang dia lewatkan. Vio pun  menelpon Rama kembali. Agak lama, baru kemudian diangkat oleh Rama.
“Halo.” Kata Rama.
“Rama, maaf lupa bales sms kamu lagi. Tadi lagi makan, handphone-ku ketinggalan di kamar.” Kata Vio meminta maaf.
“Iya.”  Jawab Rama singkat. Mendengar jawaban singkat dari Rama, Vio justru  balik marah. Dia merasa Rama tidak bisa mengerti. Vio pun menutup  telponnya. Sms dari Rama tidak dia gubris. Vio bergegas kembali ke  kamarnya dan tidur.
***
Keesokan  harinya baru sms dari Rama dia buka. Isinya permintaan maaf. Dalam  hati, Vio masih jengkel tapi dia tidak tega dan kemudian membalas sms  itu.
Iya Rama, gak papa, aku tau. Tadi malem, aku yang salah. Tapi tolong kamu juga ngerti ya, semalem aku capek banget. Aku pulang kerja tu sore bahkan malem. Jadi aku harap kamu bisa ngerti..
Sejak  kejadian itu, Vio menjadi semakin sibuk dan jarang merespon sms,  telpon, dan semua pesan dari Rama di jejaring sosial. Beberapa kali Rama  mengirim sms yang benama protes, namun justru Vio marah karena merasa  Rama berubah. Ajakan Rama untuk bertemu pun selalu dia tolak. Hal itu  terjadi berulang kali, hampir 3 minggu. Vio berpikir seharusnya Rama  bisa mengerti dengan kondisinya dan tidak terlalu berlebihan meminta  perhatian darinya.
Sampai  kemudain pada suatu malam, Vio sama sekali tak membalas bahkan membuka  semua sms Rama dan tak menjawab telpon dari Rama sejak sore hari. Dia  sudah sangat jengkel dan ingin memberikan pelajaran pada Rama.
Keesokan  harinya, Vio membuka satu persatu sms dari Rama. Total ada 12 sms dan  kebanyakan isinya menanyakan kabar Vio. Dan sms terakhir pun membuat Vio  terhenyak, hatinya tertusuk rasa sesal, dan hampir saja dia menangis.
Vio. Semoga kamu dlm keadaan baik. Maaf jika aku cuma ganggu kamu dengan sms2 yg gak penting. Awalnya aku mikir, apakah sikapku berlebihan sampai kamu acuhkan aku? Tapi kemudian aku sadar, karena sikapku selama ini, aku memang pantas diacuhkan. Aku yang salah. Mulai saat ini, aku janji gak akan sms kalo gak ada hal penting. Semoga pekerjaanmu & semua yg sedang kamu lakukan lancar & baik2 saja..
Vio  pun tak mampu lagi membendung air matanya. Dia merasa bersalah karena  terlalu sibuk memikirkan dirinya dan pekerjaannya hingga tanpa sadar  telah mengacuhkan semua perhatian yang dicurahkan oleh Rama. Segera  setelah itu Vio mencoba menelpon Rama, namun ternyata nomor telpon Rama  sudah tidak aktif. Dia coba mengecek jejaring sosial. Akun facebook Rama  sudah tidak aktif, akun twitter pun sudah dihapus. Tinggal blog Rama  yang masih online. Di blog itu, Vio lagi-lagi membaca sebuah posting  artikel yang isinya penyesalan atas semua sikap Rama yang mengganggu Vio  selama ini. Hati Vio semakin sakit tertusuk oleh rasa penyesalan dalam  dirinya. Dihempaskannya tubuhnya ke tempat tidur. Karena kelelahan, dia  pun tertidur.
Keesokan  harinya, Vio mengecek handphone-nya. Biasanya tiap pagi ada sms dari  Rama yang selalu menanyakan kabarnya dan memberikan satu kata :  semangat! Diiringi emoticon senyum. Ada banyak sms, namun tak ada  satupun yang berasal dari Rama. Hati Vio tak tenang. Dia coba menelpon  dan kali ini tersambung! Agak lama, tapi kemudian diangkat. Jantung Vio  berdegup kencang.
“Halo.” Terdengar suara Rama.
“Ra..Rama.” suara Vio terbata-bata.
“Iya  Vio sayang, ada apa?” tanya Rama lembut. Mendengar suara Rama yang  begitu halus itu, hati Vio menjadi tenang karena ternyata Rama masih  bersikap baik padanya.
“Gak  papa Rama sayang, aku mau minta maaf soal sikapku kemarin. Aku sama  sekali gak bermaksud mengacuhkan kamu. Maaf.” Kata Vio dengan nada  menyesal.
“Iya  sayang, gak papa. Aku sekarang udah bisa ngerti keadaan kamu kok.  Tuntutan pekerjaan kamu, aktivitas kamu. Jadi aku gak akan bersikap  seperti kemarin yang terlalu menuntut kamu. Maafin aku juga ya, udah  bersikap seperti itu.” Jawab Rama lembut.
“Iya  sayang. Ya udah, aku mau siap-siap berangkat kerja. Nanti lagi ya.”  Kata Vio. Tanpa menunggu jawaban dari Rama, Vio langsung menutup  telponnya. Suatu kebiasaan yang kini seolah menjadi bumerang untuk Vio.  Dia merasa tak enak pada Rama atas sikap acuhnya selama ini.
Di  kantor, Vio tetap bekerja seperti biasa. Dan kebetulan memang agak  sibuk sehingga dia lupa kalau ingin mengirim sms ke Rama. Sore hari  setelah pekerjaannya selesai, barulah Vio ingat pada Rama. Dia berpikir,  ah pasti Rama sudah mengirim banyak sms seperti biasanya. Namun  ternyata sama sekali tidak. 15 pesan yang ada di inbox Vio tak satupun  ada nama Rama. Padahal biasanya Rama pasti mengirim banyak sekali sms  yang akan Vio anggap sebagai ‘gangguan ketika bekerja’. Dan kini, Vio  merindukan ‘gangguan ketika bekerja’ itu.
Kemudian  Vio berinisiatif untuk mengirim pesan sms ke nomor Rama. Sampai  beberapa hari, Rama tak kunjung membalas pesan itu. Ditelpon tak juga  diangkat. Vio mulai khawatir. Dia  pun berniat besok minggu akan  mendatangi rumah Rama. Meskipun belum pernah, tapi Rama pernah  memberikan alamat rumahnya pada Vio.
***

Hari  minggu, Vio pun bergegas berangkat ke rumah Rama. Sesampainya di depan  rumah Rama, Vio merasa heran karena rumah Rama begitu sepi. Dia pun  bertanya pada penjaga warung di depan rumah Rama.
“Permisi bu, itu benar rumahnya mas Rama kan?” tanya Vio sambil menunjuk rumah Rama.
“Benar  mbak. Tapi sudah dua minggu ini rumah itu sepi, cuma ada adiknya. Bapak  atau ibunya mas Rama pulang dua kali cuma ngambil baju terus balik lagi  ke rumah sakit.” Terang ibu penjaga warung.
“Rumah sakit? Yang sakit siapa bu?” tanya Vio penasaran.
“Mas Rama mbak yang sakit. Sudah 5 minggu ini di rumah sakit.” Jawab ibu penjaga warung.
“Sakit apa ya bu?” tanya Vio lagi. Hati Vio pun serasa sudah akan goyah.
“Kalo kata bapaknya mas Rama sih, penyakit di hati mas Rama kambuh lagi.”
Saat  sedang berbicara dengan ibu penjaga warung, tiba-tiba ada seorang  perempuan yang datang menghampiri Vio dan ibu penjaga warung.
“Bu  Inah, om tadi pesan kalau sampai malam om gak pulang lagi, tolong si  Zul diajak ke rumah Bu Inah ya. Saya mau balik ke rumah sakit lagi.”  Kata perempuan itu yang ternyata adalah sepupu Rama.
“Iya mbak. Mbak Tria, ini ada yang nyariin mas Rama, katanya temennya.” Kata Bu Inah sambil menunjuk Vio.
“Siapa ya?” tanya mbak Tria.
“Saya Vio mbak. Saya boleh ikut ke rumah sakit?” kata Vio lirih.
“Oh, jadi kamu yang namanya Vio. Yuk, mbak juga pengen ngobrol sama kamu.” Jawab mbak Tria.
“Iya mbak.”
Selama  perjalanan, mbak Tria banyak bercerita pada Vio bagaimana Rama begitu  memuji Vio. Mendengar semua cerita itu, Vio hanya tersenyum. Dia tak  menyangka kalau Rama begitu memuji dirinya.
“Oiya,  si Rama juga pernah cerita ke mbak, katanya setelah lulus nanti dia mau  ngajak om buat ngelamar kamu. Dia semangat banget ngerjakan skripsinya  sampai lupa jaga kesehatannya. Akhirnya, dia malah jatuh sakit.”
“Mbak, memang Rama sakit apa sih mbak?” tanya Vio penasaran.
“Memang dia gak pernah cerita?” mbak Tria balik bertanya. Vio menggelengkan kepala.
“Dasar  Rama. Kebiasaaan deh gak mau bikin orang lain khawatir akhirnya malah  jadi gini.” Kata mbak Tria. Terlihat bulir air mata menetes dari sudut  matanya.
“Kenapa mbak?” tanya Vio lagi. Hati Vio makin tak karuan melihat semua kondisi di sekitarnya saat ini.
“Dulu  waktu kecil Rama pernah kena hepatitis, tapi setelah dirawat bisa  sembuh. Dokternya pesan supaya Rama gak boleh terlalu kelelahan. Tapi  karena terlalu semangat ngerjakan skripsinya, dia sampai lupa istirahat  sampai kelelahan, dan kemudian pingsan. Setelah dibawa ke rumah sakit  dan diperiksa, dokternya bilang kalau virus yang ada di hati Rama muncul  lagi, dan malah lebih ganas..” kata-kata mbak Tria terhenti.
“Rama kena hepatitis lagi mbak?” tanya Vio.
“Kanker.”  Kata mbak Tria singkat kemudian menangis. Vio pun tak kuasa lagi  membendung air matanya. Dia menangis mengetahui semua kenyataan pahit  ini dengan begitu tiba-tiba. Hatinya semakin pedih karena kembali  tertusuk duri sesal. Yang saat ini dia inginkan hanyalah dapat bertemu  dengan Rama lagi...
 
To be continued...
Bersambung ke bagian 2 yang akan hadir sesaat lagi....... Ditunggu ya.. ^^
Boleh  lho, kasih komentar supaya bagian ke-2 nya nanti bisa lebih bagus.  Boleh juga kasih saran, enaknya dibikin happy ending atawa sad  ending.... oret?? 












0 comments:
Post a Comment
Abis baca artikelnya, kasih komentar ya.. Supaya artikel selanjutnya bisa lebih bagus... ^^