Maaf gan chapter ini rada lama, soalnya lumayan buntu ide.. Hehe
Yuk mari dibacaa..... ^^.

Cerita Tentang Kita II | Sebuah Ikatan, Chapter - 5
Hari Jum’at tanggal 27 September. Hari seharusnya menjadi hari paling bahagia bagi Alea. Hari yang seharusnya penuh dengan keceriaan dan senyuman. Tapi pagi ini rumah itu nampak suram. Mama, Kenzo, dan Alea duduk untuk menyantap sarapan yang ada. Suasana begitu sunyi. Wajah murung Alea, raut penyesalan di wajah Mama, dan rona kesedihan yang tergambar di wajah Kenzo. Tak ada satu pun kata yang meluncur dari mulut mereka. Sesekali Kenzo mencoba bercanda, tapi tetap saja bercandaan Kenzo dilahap oleh kesunyian.
Hari Jum’at tanggal 27 September. Hari seharusnya menjadi hari paling bahagia bagi Alea. Hari yang seharusnya penuh dengan keceriaan dan senyuman. Tapi pagi ini rumah itu nampak suram. Mama, Kenzo, dan Alea duduk untuk menyantap sarapan yang ada. Suasana begitu sunyi. Wajah murung Alea, raut penyesalan di wajah Mama, dan rona kesedihan yang tergambar di wajah Kenzo. Tak ada satu pun kata yang meluncur dari mulut mereka. Sesekali Kenzo mencoba bercanda, tapi tetap saja bercandaan Kenzo dilahap oleh kesunyian.
“Al, berangkat jam berapa?” tanya
Kenzo ke Alea sekedar basa-basi. Alea tampak enggan untuk menjawabnya.
“Alea berangkat dulu.” Kata Alea
kemudian bangkit dari duduknya dan meninggalkan Mama dan Kenzo. Air mata Mama
pun tak terbendung. Kenzo yang tak tahan melihat Mamanya menangis pun segera
berlari mengejar Alea. Untung saja Alea belum begitu jauh dari gerbang rumah.
“Al!! Alea!! Berhenti!!” teriak
Kenzo sambil berlari. Alea yang mengetahuinya pun segera menghentikan
langkahnya.
“Kamu kenapa sih Al?” tanya Kenzo
sambil berusaha mengatur nafasnya. Alea menundukkan kepalanya. Begitu lama.
“Alea.” Panggil Kenzo sambil
memegang kedua pundak Alea. Perlahan, Alea mengangkat kepalanya. Ternyata dia
sedang menangis. Tanpa berkata apa-apa, Alea langsung memeluk Kenzo.
Sebenarnya, Kenzo mengetahui semuanya tentang pertengkaran antara Alea dan
Mama. Tapi dia berusaha menutupinya dengan pura-pura tidak tahu. Yang kini bisa
dia lakukan adalah menenangkan Alea yang masih terus menangis.
“Alea nyesel kak.” Kata Alea sesenggukan.
“Ada apa sayang? Nyesel kenapa?”
tanya Kenzo lembut kemudian melepaskan pelukan Alea.
“Se..semalam, Alea udah ngomong
sesuatu yang bikin Mama marah.” Kata Alea lirih.
“Jadi Alea udah nyesel?” tanya
Kenzo.
“I..iya kak. Tapi Alea takut kalo
Mama masih marah.” Kata Alea dengan masih menangis. Mendengarnya, Kenzo pun
lega karena sebenarnya tak ada yang memendam amarah.
“Alea. Mama tadi nangis lho. Kalo
Alea nyesel, seharusnya minta maaf ke Mama.” Kata Kenzo menasehati Alea.
“Tapi Alea takut kak.” Kata Alea.
Kenzo pun tersenyum.
“Gakpapa Alea. Percaya deh sama
kakak. Yuk?” Ajak Kenzo.
“Ta..tapi kak…” kata-kata Alea
langsung dipotong oleh Kenzo.
“Gakpapa Al. Mama pasti maafin
kok. Yuk.” Ajak Kenzo. Akhirnya Alea menurutinya kemudian kembali masuk ke rumah.
***
Mama masih menangis di dalam
kamar. Hatinya pedih seperti diiris sembilu. Ada rasa penyesalan yang begitu
dalam karena telah begitu saja menampar putri yang paling beliau sayangi. Di
samping Mama, ada sebuah kotak kecil berwarna merah muda dengan pita warna
putih. Kotak yang sedianya akan diberikan kepada Alea sebagai kejutan. Tapi apa
yang telah terjadi seolah membuat kotak itu tak berarti lagi. Mama pun keluar,
berjalan perlahan ke ruang keluarga. Di sana beliau menatap foto keluarga yang
terpajang. Foto yang diambil ketika Kenzo dan Alea masih duduk di bangku SMP,
ketika Mama dan Papa belum pindah ke Jepang.
“Maafin Mama sayang.” Kata Mama
lirih sambil menatap lekat-lekat ke wajah kecil Alea di foto itu. Tiba-tiba
dari belakang ada yang memeluk Mama.
“Maafin Alea Ma.” Kata Alea
pelan. Mama tak menjawab, kemudian melepas pelukan Alea.
“Sayang.” Kata Mama sambil
membelai rambut Alea. Alea menunduk. Dia tak berani menatap Mamanya. Dengan
perlahan, Mama memeluk erat Alea. Dengan penuh kasih sayang, beliau berbisik di
telinga Alea, “Selamat ulang tahun sayang.”
Alea tak kuasa menahan
perasaannya. Dia pun kemudian memeluk erat tubuh Mamanya kemudian menangis
dengan keras. Tangis yang dulu sering didengar oleh Mama ketika Alea masih
sangat kecil, kini tangis Alea kecil itu kembali terdengar. Sebuah nostalgia
masa lalu yang begitu indah. Melihatnya, Kenzo pun tersenyum sambil menahan
bulir air matanya terjatuh.
***
“Mily, Alea mana?” tanya Liana.
“Masih di jalan kali. Gue sms gak
dibales.” Jawab Mily sambil mengecek hpnya.
“Yaudah kita kumpul ke kelompok
dulu aja yuk.” Ajak Gea. Liana dan Emily pun setuju. Mereka bergegas berjalan
ke arah teman-teman kelompok mereka yang sudah berkumpul.
“Eh, si Alea di mana? Kok gak
ada?” tanya Wisnu menyambut kedatangan Emily, Gea, dan Liana.
“Dasar kepo loe.” Jawab Liana
ketus.
“Ya ampun. Galak banget sih loe.”
Kata Wisnu.
“Udah udah. Sekarang kita cek
dulu perlengkapan kita.” Kata Gian menyudahi pertengkaran Wisnu dan Liana. Gian
dibantu Tika pun segera melakukan cek ke perlengkapan kelompok.
Setelah semua perlengkapan dicek
dan fix, mereka pun duduk sambil ngobrol-ngobrol ringan seputar kesan-kesan
mereka di sini. Ada beberapa candaan yang sering keluar dari mulut Mars yang
selalu bisa membuat mereka tertawa terbahak-bahak.
“Eh Mars. Loe kayaknya cocok deh
jadi pelawak.” Kata Nissa mengomentari lawakan Mars.
“Biasa aja kalo Sa. Gue kan
sekedar ngomong doing.” Kata Mars merendah.
“Eh, itu Alea bukan?” tanya Wisnu
tiba-tiba. Emily, Liana, dan Gea menengok ke arah yang ditunjuk Wisnu. Mereka
pun melongo.
“Itu kan Alea sama kak Evan.”
Kata Gea.
“Iya. Eh, emang mereka udah
jadian ya Mily?” tanya Liana ke Emily.
“Gue juga gak tahu Li. Ntar aja
kita tanya.” Jawab Emily.
“Maaf temen-temen aku telat.”
Kata Alea menghampiri kelompoknya.
“Gakpapa, berangkatnya kan juga
masih lama.” Kata Tika sambil tersenyum.
“Al, loe tadi kok bareng sama kak
Evan?” tanya Liana ke Alea.
“Tadi kak Kenzo telpon kak Evan,
minta jemput aku. Kak Kenzo kan gak ikut.” Jawab Alea sambil tersenyum.
“Kak Kenzo gak ikut beneran?”
tanya Emily dengan nada lesu.
“Ciee… Yang galau gara-gara kak
Kenzo gak ikut.” Goda Liana.
“Apaan sih loe Li.” Kata Emily
menyembunyikan perasaannya. Alea dan Gea hanya tertawa melihat Liana sukses
mengerjai Emily.
“Eh, Al. itu tadi pacar loe ya?”
tanya Wisnu tiba-tiba dari belakang Alea.
“Apaan sih loe kepo. Mau tau
aja.” Kata Liana tiba-tiba ke Wisnu.
“Udah-udah Li. Dia tadi, kak
Evan, bukan pacarku kok.” Jawab Alea ramah.
“Bukannya ‘bukan’, tapi ‘belum’.
Iya kan.” Celetuk Emily tiba-tiba. Alea tak menjawab, pipinya bersemu merah.
Liana dan Gea tertawa. Wisnu pun hanya kebingungan melihat 4 sekawan itu begitu
akrab satu sama lain.
***
Evan agak tergesa-gesa menuju
ruang BEM untuk mengikuti briefing sebelum berangkat. Ada sebentuk senyuman di
wajahnya, senyum yang bukan saja karena dia semakin dekat dengan Alea. Tapi
Kenzo yang telah mempercayainya untuk menjaga Alea.
Sesampainya di ruangan BEM, para
panitia tampak sudah berkumpul untuk mulai briefing. Evan pun segera duduk di
depan dan memulai briefing selaku wakil ketua. Karena Kenzo, ketua panitia
tidak bisa hadir. Dengan lancar, semua hal yang perlu dibahas di dalam rapat
telah diselesaikan dengan baik. Panitia yang bertugas menjadi koordinator
masing-masing kelompok pun segera keluar untuk memberikan instruksi lebih
lanjut ke kelompok mahasiswa baru. Yang ada di dalam ruang BEM tinggal Evan,
Tara, dan Rara.
“Lho. Ve mana nih? Dia kan
sekretaris, kok gak ada?” tanya Evan.
“Loe belum denger kabar soal
Ve ya Van?” tanya balik Tara.
“Kabar soal Ve? Apaan sih?” tanya
Evan yang makin kebingungan.
“Dia pindah kampus Van. Pas gue
tanya alasannya kenapa, dia gak mau bilang. Dia cuma bilang, titip maaf buat
Kenzo. Pas bilang gitu, raut wajahnya aneh banget. Kayak nyimpen sesuatu gitu.”
Jawab Rara panjang lebar.
“Ve pindah? Maaf buat Kenzo?
Maksudnya apaan Tar?” Evan pun tambah tidak mengerti.
“Gue juga gak tau sob maksudnya
apaan. Nih si Rara yang gantiin posisinya Ve jadi sekretaris sekarang.” Kata
Tara sambil menunjuk ke arah Rara. Rara tersenyum. Evan hanya menanggapinya
dengan dingin.
“Eh Van. Kenzo mana? Kok gak
ada?” tanya Rara tiba-tiba. Mendengar pertanyaan Rara tentang Kenzo, mendadak
raut muka Evan berubah.
“Peduli apa loe sama Kenzo pake
nanya-nanya segala.” Jawab Evan ketus. Tara hanya mendengus pelan mendengar apa
yang dikatakan Evan.
“Maksud gue kan baik.” Kata Rara.
“Terserah loe deh Ra! Gue tau,
loe mau jadi sekretaris cuma pengen deketin Kenzo aja. Emang sih, Kenzo udah
maafin loe atas apa yang pernah loe lakuin ke dia. Tapi gue gak bisa Ra. Sikap
loe ke Kenzo udah keterlaluan! Dia hampir kehilangan nyawanya gara-gara waktu
itu! Loe…” Kalimat Evan kemudian dipotong oleh Tara.
“Udah lah sob. Yang dulu-dulu
jangan dibahas.” Kata Tara mencoba menenangkan Evan yang masih menatap tajam
Rara.
“Tapi Tar..” kata Evan.
“Udah deh, kita harus bersyukur
karena Kenzo gak bisa inget kejadian itu gara-gara shock yang akhirnya bikin
dia kehilangan memori itu.” Kata Tara menasehati Evan.
“Iya bener kata loe Tar.” Kata
Evan dengan berat.
“Cabut yuk.” Kata Tara sambil
menarik tangan Evan. Evan pun menurut dan mengikuti Tara meninggalkan ruangan.
Tinggal Rara yang masih duduk sendirian di ruangan BEM termenung mendengar
semua kata-kata tajam Evan.
“Apa gue udah begitu jahat sama Kenzo. Sampe
sahabat-sahabatnya Kenzo bersikap gitu ke gue.” Kata Rara lirih. Kata-kata Evan
benar-benar jitu menusuk hati Rara.
0 comments:
Post a Comment
Abis baca artikelnya, kasih komentar ya.. Supaya artikel selanjutnya bisa lebih bagus... ^^