Mari dibaca .... :')
TERSIMPAN DI HATI
Kelas bahasa Indonesia baru saja berakhir ketika Pak Joko, guru Matematika sekaligus wali kelasku masuk bersama seorang siswi baru. Aku yang dari tadi terkantuk – kantuk mengikuti pelajaran bahasa Indonesia seolah dibangunkan oleh sosok siswi baru itu. Gadis berjilbab dengan wajah yang cantik. Senyumnya pun menawan. Saat Pak Joko mulai memperkenalkan siswi baru tersebut, seluruh kelas terdiam memperhatikan Pak Joko.
“Anak – anak, mulai hari ini, kalian akan mendapatkan teman baru. Namanya Dinda.” Sejenak Pak Joko melihat ke sekeliling kelas. Kemudian melanjutkan perkataannya. “Kamu duduk di samping Indra.” Kata Pak Joko sambil menunjuk kursi kosong di samping ku. Tanpa membantah, Dinda melangkah ke kursi yang ditunjuk Pak Joko langsung duduk. Dia menoleh ke arahku sambil melempar senyum.
“Kenalin. Aku Dinda.” Kata Dinda memperkenalkan dirinya padaku.
Setelah perkenalan singkat itu, kami pun memindahkan fokus kami ke arah Pak Joko yang sudah memulai pelajaran. Beberapa kali ku lirik Dinda yang sangat serius memperhatikan dengan seksama materi demi materi yang diberikan Pak Joko. Tanpa terasa timbul rasa kagumku pada Dinda.
“Teet.. teet.. teet..” bel tanda istirahat berbunyi. Tapi Dinda tidak segera beranjak dari tempat duduknya. Tiba – tiba dia menyodorkan buku catatannya padaku.
“Eh, Indra. Tolongin dong. Aku masih belum paham yang bagian ini.” Katanya sambil menunjuk bagian di buku catatannya. Hal itu membuatku agak gelagapan. Tapi segera ku kuasai diriku.
“Oh, ini tu maksudnya gini, …” ku jelaskan secara panjang lebar tentang hal yang ditanyakan Dinda padaku. Untung aku termasuk anak yang pandai sehingga bisa menjawab setiap pertanyaan dari Dinda. Setelah merasa puas karena pertanyaannya terjawab, Dinda mengeluarkan sekotak bekal. Saat dibuka, terlihat aneka kue kecil.
“Nih, Ndra. Kamu ambil. Makasih udah ngejelasin materi tadi. Maaf ngerepotin.”
“E…iya nggak papa. Aku seneng kok bisa bantuin kamu.”
“Teet.. teet.. teet..” bel masuk berbunyi. Pelajaran kembali berlanjut hingga tanpa terasa sudah waktunya pulang. Hari ini aku merasa senang karena mendapat satu teman baru bernama Dinda. Semoga saja aku dan Dinda bisa berteman selamanya.
***
Hari – hari berikutnya, aku semakin dekat dengan Dinda. Dan semakin aku tahu kepribadian Dinda yang ternyata sangat istimewa. Selain cantik wajahnya, hatinya pun sangat baik. Dia juga seorang muslimah yang taat beribadah. Rasa kagumku pun semakin bertambah.
Pernah saat aku sedang di masjid sekolah, aku melihat Dinda juga berada di situ. Saat melihatku, dia dengan ramah mengajakku melaksanakan sholat Dhuha.
“Indra, sholat berjamaan yuk. Kamu jadi imamku.”
“Eng.. iya deh. Bentar ya, aku ambil wudlu dulu.”
Kami berdua pun sholat berjamaah. Setelah selesai, aku membayangkan seandainya aku bisa menjadi imam sholat Dinda setiap waktu. Ahhh ngawur! Segera ku buang pikiran aneh itu. Ku ajak Dinda segera menuju kelas karena sebentar lagi bel masuk akan berbunyi.
“Yuk, Din bentar lagi masuk lho.” Ajakku.
“Iya. Yuk.” Sahut Dinda dengan ramah.
Seperti biasa, aku dan Dinda selalu berdiskusi setelah pelajaran selesai. Pernah sekali waktu Dinda mengajakku ke perpustakaan karena tidak tahu letak perpustakaan untuk mencari bahan untuk membuat makalah. Karena tak ada kesibukan, akhirnya aku menemani Dinda. Di sana, aku membantu Dinda untuk mendapatkan beberapa judul buku yang dicarinya. Setelah terkumpul semua, kami mulai membacanya dan mencatat hal – hal penting di dalamnya. Setelah memperoleh apa yang kami cari, kami kembali ke kelas.
Kedekatanku dengan Dinda ternyata mendapat reaksi dari teman – teman sekelasku. Berkali – kali setiap melihatku berjalan dengan Dinda, mereka berteriak menggodaku. Pernah saat Dinda tidak masuk, aku melontarkan pertanyaan saat sedang berkumpul dengan teman – temanku.
“Kok Dinda nggak masuk ya?” ucapku sambil setengah melamun.
“Ciee.. ciee… yang lagi mikirin Dinda..” goda teman – temanku.
“Eh, Ndra. Kenapa nggak kamu tembak aja si Dinda? Kalian kan udah deket banget tuh.” Celetuk salah seorang temanku yang bernama Putra.
“Ha? Ditembak? Ntar mati gimana?” jawabku sambil kebingungan.
“Ya ampun. Cakep – cakep ternyata bego ya.” Ejek Tian, temanku yang lain.
“Maksudku tu kamu ungkapin perasaan kamu ke Dinda. Ntar kamu pacaran deh sama Dinda. Gitu Indra.” Kata Putra menjelaskan maksudnya.
“Eng… gimana ya.. aku nggak tahu caranya.” kataku polos.
“Hmmm… Dasar temen kita yang satu ini kayaknya butuh kursus buat nembak cewek nih.” Ujar Fandi. Tawa teman – teman yang sedang berkumpul pun meledak. Aku bingung sendiri dengan apa yang sedang dibicarakan teman – temanku.
Setelah ngobrol dengan teman – temanku, aku mulai sadar kalau aku dan Dinda memang sangat dekat. Mungkin, bila orang – orang melihatku dengan Dinda, mereka akan berpikir kalau kami adalah sepasang kekasih. Aku sendiri sadar, kalau di balik rasa kagumku yang besar kepada sosok Dinda, aku menyimpan rasa lain yang kata teman – temanku bernama cinta yang masih terpendam di dalam hatiku. Ingin rasanya aku ingin mengungkapkannya. Tapi, aku tak punya cukup keberanian untuk mengungkapkannya.
Hari – hariku pun ku jalani seperti biasa. Perasaanku kepada Dinda tetap ku simpan di dalam hati. Teman – temanku semakin sering menggodaku saat aku sedang bersama Dinda. Berkali – kali mereka mendorongku untuk mengungkapkan perasaanku. Tapi aku menolaknya karena aku lebih nyaman menjalaninya seperti ini. Aku takut, apabila Dinda tahu perasaanku yang sebenarnya, dia justru akan menjauhiku. Jadi, aku lebih memilih memendam rasa cintaku ini di dalam hati, agar aku bisa selalu dekat dengan Dinda.
---
Tweet
0 comments:
Post a Comment
Abis baca artikelnya, kasih komentar ya.. Supaya artikel selanjutnya bisa lebih bagus... ^^